Minggu, 23 Mei 2010

One Shoot "ETUDE"

Sooyoung tidak pernah benar-benar suka Super Junior. Tidak sebesar rasa sukanya pada DBSK dan SHINee. Dia memang ikut berteriak bersama member lainnya saat melihat penampilan Sorry-sorry dan ikut bersorak saat nama mereka disebutkan MC pada konser-konser yang mereka hadiri bersama. Tapi dia hanya terbawa teman-temannya. Dia tidak pernah benar-benar meneriakkan “Super Junior!” atas keinginan sendiri.
Sooyoung tidak pernah benar-benar dekat dengan member Super Junior manapun. Bahkan saat orang-orang mengatakan dia dekat dengan Sungmin dan istilah ‘Minyoung’ muncul, sebenarnya dia berada di urutan kesekian di antara member SNSD yang dekat dengan Sungmin.
Sooyoung tidak pernah benar-benar mendapat dukungan dari member Super Junior. Dia bukan Jessica yang menjadi favorit Heechul dan kesayangan Donghae. Dia bukan Hyoyeon yang sering diajak bekerja sama oleh Eunhyuk. Dia bukan Taeyeon yang suaranya membuat Ryeowook ingin membuatkan lagu untuknya. Dia bukan maknae Seohyun yang membuat Shindong sangat sayang padanya. Dia tidak secantik Yoona yang membuat Leeteuk mengatakan bahwa dia adalah tipe idealnya. Dia tidak seperti Sunny yang sangat aegyo dan membuat Sungmin mau melakukan apa saja untuknya. Dia bukan Tiffany yang bisa sangat ramah dan membuat Kangin pun bersikap sangat lembut padanya. Dia bahkan sangat berbeda dengan Yuri yang sering disebut sebagai kembarannya, hanya karena Yuri bisa bersikap sangat manis di depan Kibum dan membuat Kibum selalu tersenyum manis juga padanya.
Dia masih ingat saat mereka baru debut kedelapan member lainnya mendapat dukungan dari pendukung maisng-masing. Heechul terus-terusan meyakinkan Jessica bahwa dia adalah Heechul versi perempuan dan akan bisa menghadiri variety show lebih banyak daripada yang lain. Eunhyuk menghabiskan banyak waktu untuk ber-popping bersama Hyoyeon. Dan member lainnya juga punya paling tidak satu pendukung yang akan mengatakan, “Kau pasti bisa! Hwaiting! Oppa mendukungmu!”
Tapi tidak untuknya. Tidak pernah ada. Bahkan sampai sekarang.
Dan Sooyoung tidak pernah benar-benar menyukai saat-saat seperti ini. Saat semua member Super Junior dan SNSD berkumpul. Karena itu artinya sekali lagi dia harus duduk di sudut sendiri sementara membernya yang lain mengobrol dengan pendukung mereka masing-masing.
Saat itu masih siang dan mereka berada di MBC untuk persiapan konser malamnya. Hampir semua idol group K-Pop hadir malam itu sehingga MBC kekurangan ruang tunggu. Akhirnya Super Junior dan SNSD mendapat ruang rias yang sama. Ruang rias yang sangat luas yang mungkin dulunya adalah sejenis ruang latihan atau sejenisnya. Jadi, meskipun kedua kelompok ini adalah dua kelompok dengan member paling banyak di Korea, sama sekali tidak masalah menempatkan mereka di satu ruangan saja.
Masalahnya hanyalah: gara-gara ini Sooyoung tidak punya teman mengobrol. Dan sekarang dia sangat berharap mereka segera harus dimake up atau latihan lagi atau semacamnya agar dia tidak harus duduk diam tidak jelas seperti sekarang. Tapi sepertinya tidak ada satu pun membernya yang berharap hal yang sama. Semuanya sedang sibuk dengan pendukung mereka masing-masing.
Taeyeon sedang bernyanyi bersama Kyuhyun, Yesung dan Ryeowook dan mereka membuat lelucon dengan rencana mengeluarkan album bernama Super Generation K.R.Y.T sebagai singkatan nama mereka. Sooyoung selalu suka dengan suara SuJu K.R.Y dan suara Taeyeon. Tapi melihat mereka berempat menyanyi tanpa memedulikannya seperti ini bukanlah hal yang disukainya.
Jessica duduk di sudut bersama Heechul. Sepertinya sekali lagi Heechul mencoba memberi Jessica saran-saran untuk tampil mengesankan di variety show. Sementara itu Donghae duduk bersama Yuri dan Hankyung. Ikut tertawa-tawa mendengar joke yang diceritakan Yuri meskipun Sooyoung lihat matanya berkali-kali melirik Jessica dan Heechul.
Shindong, Yoona, Kibum dan Seohyun sudah dari tadi keluar untuk makan-makan. Makan-makan! Dan mereka tidak mengajak Sooyoung. Padahal Sooyoung sangat terkenal sebagai Shiksin.
Hyoyeon dan Eunhyuk sedang menarikan gerakan yang sepertinya perpaduan antara balet dan popping di sekeliling ruangan. Berkali-kali hampir menabrak Tiffany, Kangin dan Siwon yang mengobrol di tengah ruangan. Sedangkan Sunny dan Sungmin sedang sibuk bertanding game portable yang dibawa Kyuhyun ke sana.
Sooyoung menghela nafas lelah sebelum kembali menghadapi layar laptopnya. Dia tidak pernah lupa membawa laptop setiap kali harus berkumpul dengan member-member Super Junior. Toh dia tidak bisa berharap para sunbaenimnya menyadari kehadirannya. Ini hanyalah satu hari yang lain dimana dia harus berpura-pura tidak ada dan baru ada lagi saat SNSD tampil dan fansnya meneriakkan namanya. Dia memutuskan untuk kembali pada Cooking Academynya dan bertekad mendapat skor maksimal di ronde ini.
Hampir setengah jam Sooyoung tenggelam dalam gamenya ketika dia merasa ponselnya bergetar. Dia mengambilnya dan melihat di layarnya tertera: DBSK Yunho-oppa calling.
Sooyoung tersenyum sebelum menjawabnya.
“Ne Oppa?”
“Su-chan! Kau dimana? Kami sudah sampai di MBC!” suara Yunho terdengar penuh semangat seperti biasa.
“Aku sudah di ruang rias,” jawab Sooyoung.
“Kau bisa ke lobi sekarang? Lina dan Dana akan mentraktir kita makan di Oishii!”
“Ha! Tentu saja bisa! Tunggu aku!”
Sooyoung menutup ponselnya dan memasukkan laptopnya ke dalam tasnya, lalu keluar dari ruangan itu tanpa merasa perlu meminta izin. Mereka semua sedang sibuk dan kelihatannya tidak ingin diganggu.
“Suuuuu-chan!!!” Sunday menjerit gembira melihat Sooyoung. Dia memeluk Sooyoung erat sekali meskipun kepalanya hanya mencapai leher Sooyoung.
Segera saja Lina, Dana dan Stephanie memeluknya juga. Sooyoung selalu lupa bahwa member-member CSJH selalu memeluknya sangat erat, bahkan kadang pelukan Stephanie membuatnya tidak bisa bernafas. Tapi dia selalu suka pada Oneechan-oneechannya ini. Sama seperti dia menyukai Oppa-oppanya dari DBSK.
“Jadi,” kata Sooyoung setelah lepas dari pelukan Lina, Dana dan Stephanie, “kenapa tiba-tiba Lina-oneechan dan Dana-oneechan berniat mentraktir?”
“Butikku surplus,” kata Lina sederhana.
“Dan aku baru membuka butik kuku baru di Ilsan,” kata Dana.
“Wah! Chukkaeyo!” kata Sooyoung, lalu memeluk mereka berdua.
“Su-chan! Kau tidak mau memeluk Oppa?” tanya Yuchun.
“Mau! Tapi Oppa harus menjamin aku tidak terluka sedikitpun setelah itu,” kata Sooyoung sambil tersenyum meledek.
Mereka tertawa karena mengerti maksud Sooyoung.
“Hehehe, sini Oppa sayang!” kata Sooyoung manja lalu memeluk Yoochun erat.
“Aku juga mau!” kata Yunho, lalu memeluk mereka berdua.
Lalu Junsu, Jaejoong dan Changmin juga ikut memeluk mereka. Sooyoung terjebak di tengah. Dan berada di antara lima laki-laki yang jauh lebih besar daripadanya jauh lebih buruk daripada berada di antara tiga gadis langsing.
Setelah rasanya lama sekali, baru mereka melepaskan Sooyoung. Dia merasa aneh dengan apa yang baru mereka lakukan karena mereka sedang berada di lobi kantor MBC dengan banyak orang berlalu-lalang. Sooyoung selalu agak sebal karena selalu diperlakukan seperti anak kecil oleh member-member DBSK dan CSJH.
“Ayo berangkat sekarang! Aku sudah lapar!” kata Sooyoung sambil menarik tangan Dana dan Yuchoon ke tempat parkir.
“Kau belum makan? Super Junior tidak mentraktirmu?” tanya Jaejoong.
Sooyoung mencibir.
“Oppa tidak perlu bertanya hal itu lagi kan?”
“Hahaha, Su-chan Kecil, Kau tidak perlu takut kelaparan selama ada kami,” kata Junsu sambil mengacak rambutnya.
“Tapi aku takut porsiku juga dimakan Changmin-oppa,” kata Sooyoung cemberut.
“Yah! Shiksin! Jangan berkata seperti itu!” kata Changmin sambil menarik Sooyoung ke dekatnya. Tangannya melingkar di bahu Sooyoung. “Kau juga sering mengambil porsiku, kan?”
“Sudahlah! Sesama Shiksin tidak boleh bertengkar gara-gara makanan!” kata Lina.
Mereka bersepuluh tertawa.
Mereka masuk ke van. Yoochun yang menyetir.
“Lalu, kita ke Oishii?” tanya Sooyoung saat mobil sudah mulai berjalan.
“Iya,” jawab Sunday.
“Kenapa Oishii?” tanya Sooyoung lagi.
“Kenapa? Kau tidak suka? Kita bisa pindah ke restoran yang Kau inginkan. Kami memutuskan ke Oishii karena kata Sunday-ah Kau suka di sana,” kata Junsu.
Sooyoung tersenyum. “Tidak. Aku suka sekali di Oishii. Aku cuma heran kenapa Kalian memilih restoran yang agak jauh.”
Sooyoung merasa terharu karena mereka memilih restoran favoritnya. Bukan restoran favorit Lina dan Dana yang mentraktir, atau yang lainnya. Mereka memutuskan akan makan di restoran favorit Sooyoung. Rasanya itu sangat berharga.
******
Sooyoung kembali duduk di ruang rias. Tapi kali ini sudah dengan kostum performancenya. Dia kembali sibuk dengan laptopnya. Satu jam lagi mereka akan tampil.
Sebagian member SNSD dan Super Junior masih dimake up. Sisanya, yang sudah dimake up, kembali mengobrol atau melakukan hal-hal lain bersama-sama.
Tiba-tiba pintu ruang rias mereka terbuka dan Luna berlari ke dalam, di belakangnya ada Taemin dan Key.
“Unni! Mereka mengejekku pendek!” adu Luna langsung pada Sooyoung sementara Taemin dan Key nyengir di belakangnya.
“Yah! Kalian jangan bandingkan Luna-yah dengan Kalian! Tentu saja Kalian lebih tinggi daripadanya!” kata Sooyoung sambil memeluk Luna yang duduk dan menyandarkan kepalanya ke bahu Sooyoung.
Luna menjulurkan lidahnya pada Taemin dan Key.
“Dia memang pendek, Noona! Coba Kalian berdua berdiri! Bandingkan tinggi Kalian!” kata Key.
Sooyoung memberinya tatapan memperingatkan. Key nyengir lagi.
“Aku tahu Kau tinggi Noona. Kepalaku sudah pernah berada di....” ucapan Key terhenti saat Sooyoung membekap mulutnya.
“Kau tidak boleh membicarakan itu lagi Kibum-i! Kau sudah janji!”
Key nyengir. “Aku kan cuma memberi tahu...”
“Tidak ada yang perlu diberitahu, oke? Sekarang Luna-yah, kembali ke ruanganmu dan cepat berdandan. F(x) lebih dulu tampil daripada SNSD kan? Kenapa Kau belum siap-siap?”
“Ne Unni,” kata Luna sambil berdiri dan berjalan keluar.
“Kalian berdua!” kata Sooyoung gemas sambil memeluk Key dan Taemin di masing-masing lengannya. “Jangan pernah membicarakan hal-hal seperti itu di depan para gadis. Itu hal yang sensitif.”
“Bagaimana Noona bisa tahu kalau Noona tidak pernah jadi pendek? Noona selalu menjadi gadis paling tinggi di manapun,” kata Taemin protes.
“Iya Noona! Noona jangan selalu membela f(x)! Bela kami juga!” kata Key.
“Aih! Kalian cerewet sekali. Kalian kembali ke ruangan Kalian saja. Nanti Onew mencari Kalian!”
“Aku mau kembali kalau Noona mengantarkan,” kata Taemin manis.
Sooyoung mengangkat alis. Kadang-kadang dia berpikir member-member SHINee dan f(x) bersikap manja padanya sebagai karma karena dia juga selalu bermanja-manja pada DBSK dan CSJH.
“Ya sudah! Sini!” Sooyoung menarik tangan mereka berdua keluar ruangan.
Tak ada satu pun member Super Junior yang memperhatikannya.
“Noona nemu yeoppo!” teriak Jonghyun saat Sooyoung melemparkan Key dan Taemin ke sofa di ruang rias mereka.
“Apa?” kata Sooyoung galak.
“Setelah konser nanti mau makan malam denganku?” kata Jonghyun sambil mengedip-ngedip.
“Maaf ya, aku tidak suka cowok oedipus,” kata Sooyoung sambil membalikkan badannya dan berniat meninggalkan ruangan itu.
“Sooyoung-i!” kata Jonghyun, melompat dari kursinya dan menahan tangan Sooyoung.
“Panggil aku ‘Noona’, anak kecil!” kata Sooyoung sambil mencubit pipinya gemas.
“Noona benar-benar tidak mau makan malam denganku?” tanya Jonghyun dengan tampang terpukul.
“Anniyo. Nanti SNSD akan makan malam dengan Super Junior...”
“Memangnya Noona diajak siapa?” tanya Minho.
“Eh? Maksudmu?” tanya Sooyoung bingung.
“Memangnya ada member Super Junior yang mengajak Noona? Bukannya mereka selalu melupakan Noona?”
Sooyoung menelan ludah. Bahkan SHINee pun sudah tahu keadaan yang sebenarnya. Dia tidak sadar bahwa sikap Super Junior padanya terlalu jelas. Dulu, saat DBSK masih di SM, Yunho dan Jaejoong sering mengajaknya ikut dengan DBSK saat member SNSD yang lain sudah sibuk dengan member Super Junior. Awalnya Sooyoung mengira itu hanya karena Yunho dan Jaejoong memang ingin mengajaknya saja. Tapi ternyata mereka melakukan itu karena ingin melindungi Sooyoung. Dan selamanya itu menjadi rahasia mereka berenam, dan bersepuluh akhirnya setelah CSJH pun akhirnya tahu. Dan sekarang SHINee?
Dia berusaha tersenyum.
“Aku tinggal pura-pura diajak Hyoyeon-i atau Tiffany-ah saja kan? Mereka juga tidak akan sadar.”
Setelah itu Sooyoung keluar dari ruang rias SHINee. Matanya terasa panas.
Dia tidak pernah mempermasalahkan perlakuan Super Junior padanya. Selama mereka tidak menyakitinya dia tidak akan pernah protes. Toh dulu dia selalu dilindungi DBSK dan CSJH. Dan sekarang, setelah DBSK tidak di SM lagi dan CSJH jarang bertemu dengan mereka di kantor, SHINee dan f(x) juga selalu ada untuknya. Tapi, melihat hampir semua orang menyadari hal ini dia mulai mencemaskan imej para member Super Junior sendiri. Bagaimana penilaian orang pada mereka nanti?
Sooyoung kembali ke ruang riasnya. Dan yang lain masih saja sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Semuanya sudah selesai di make up sekarang.
Sooyoung duduk kembali di sudutnya sambil mencoba mengalihkan pikiran dengan membaca Chicken Soup for Lonely Girl yang baru dibelinya.
“Sooyoung-unni!” jerit Sulli sambil berlari ke arahnya.
“Ada apa?” tanya Sooyoung heran.
“Aku tidak bisa memakai heel ini untuk menari Chu nanti,” kata Sulli sambil mengangsurkan high heel 7 cm ke Sooyoung.
“Kalau begitu Kau pakai seperti yang Kau pakai biasanya saja.”
Sulli hampir menangis.
“Tadi dipatahkan Jinki-oppa waktu dia melempar Jonghyun-oppa pakai heelku yang itu.”
Sooyoung memeluknya sambil berusaha menahan tawa.
“Kalau begitu Kau pakai punya Unni saja ya?”
Sooyoung mengambil heel cadangannya dari kotak di atas meja.
“Kau bilang Kau bisa memakai apapun yang Unni pakai kan?”
Sulli mengangguk.
“Ssttt, jangan menangis. Kau sudah mau tampil,” bisik Sooyoung.
“Khamsamidha Unni! Aku harus segera ke backstage!” Sulli pergi sambil melambai padanya.
*******
Penampilan SNSD sangat memuaskan malam itu. Dan Sooyoung sangat bersyukur penampilannya pribadi juga bagus. Mereka bersembilan kembali ke belakang panggung.
“Sooyoung-unni!” panggil seseorang saat Sooyoung melewati backstage.
Nicole dan Hara melambai padanya.
“Anyong!” Sooyoung berjalan ke arah mereka. “Kalian tampil setelah ini?”
Mereka mengangguk.
“Sooyoung-i, Kau mau coklat?” kata Gyuri sambil melambai-lambaikan kotak coklatnya di hadapan Sooyoung.
Sooyoung menyeringai. Para member Kara selalu tahu apa favoritnya.
“Sooyoung-i! Jangan makan coklat terlalu banyak! Nanti pipimu bisa membengkak!” jerit Jessica saat melihat Sooyoung mengambil segenggam besar bola-bola coklat dari kotak yang diberikan Gyuri.
“Tapi aku sudah lama tidak makan coklat,” kata Sooyoung cuek sambil mengambil beberapa lagi sampai kedua tangannya penuh.
“Tapi Kau...” Jessica masih berusaha mencegahnya, tapi tiba-tiba Heechul datang dari belakangnya.
“Ayo kembali ke ruang rias. Semua member berkumpul di sana,” kata Heechul sambi menarik tangan Jessica.
Jessica menurut. Tapi dia kembali menoleh pada Sooyoung.
“Yah! Sooyoung-i, Kau dengar apa kata Heechul-oppa? Semua member berkumpul di ruang rias! Ayo ke sana sekarang!”
“Biarkan saja dia. Ayo!” kata Heechul, cukup keras untuk didengar Sooyoung. Dan Jessica tidak bisa membantah kalau Heechul yang bicara.
Sooyoung membatalkan rencananya kembali ke ruang rias dan memilih untuk duduk di backstage bersama member-member Kara dan Big Bang.
“Sooyoung-ssi, aku heran kenapa Kau tidak pernah gemuk meskipun makan sebanyak ini,” kata Daesung sambil duduk di sebelahnya.
Sooyoung tertawa. “Aku sampai sekarang juga masih heran.”
“Sooyoung-ssi!” seseorang muncul dari panggung.
“Ah! Leejoon-ssi! Apa kabar?” Sooyoung melambai pada member-member MBLAQ yang baru selesai tampil.
“Kau belum menjawab tantanganku,” kata Leejoon sambil mendekatinya.
“Tantangan apa?” tanya Sooyoung bingung.
“Yang waktu itu. Siapa yang berani mencubit pipi Rain-hyung.”
“Wuaaa!!! Kau serius? Kukira Kau cuma bercanda!” jerit Sooyoung, teringat beberapa bulan yang lalu dia dan Leejoon sempat taruhan siapa yang bisa mencubit pipi Bi Rain akan mendapat tiket jalan-jalan ke Pulau Jeju.
“Itu adalah obsesinya seumur hidup. Dia pasti sangat serius,” kata Mir tertawa.
“Bagaimana? Kau mau?” tanya Leejoon semangat.
Sooyoung menelan ludah. Itu bukan ide yang baik.
“Jangan mau, Sooyoung-ssi!” teriak Taeyang yang duduk di sebelah Daesung. “Lebih baik Kau mencubit pipi Seungri-ah saja!”
“Hyung!” kata Seungri yang bersemu merah.
“Leejoon-ssi, menurutku aku tidak bisa...” kata Sooyoung putus asa.
“Yah! Berarti Kau kalah! Kau harus menemaniku liburan ke Jeju!”
Sooyoung mengangkat alis.
“Kan janjinya yang kalah harus membelikan tiket ke Jeju. Kenapa aku malah harus menemanimu ke Jeju?”
“Hahaha. Aku mengganti peraturannya. Kan aku yang menang,” kata Leejoon tertawa.
Sooyoung mencibir. Seenaknya saja!
Dan untunglah, dia diselamatkan dari keharusan menjawab saat member-member 2PM datang.
“Sooyoung-ah, sini!” kata Wooyoung sambil menarik tangannya.
“Ada apa?” tanya Sooyoung bingung.
Wooyoung menyeringai.
“Ikut kami saja. Ini kejutan!”
Wooyoung dan Taecyon mengajak Sooyoung ke sudut backstage.
“Kami dapat tiket makan gratis di Century. Hottest yang membelikan. Tapi Nickhun-hyung tidak bisa ikut. Jadi Kau gantikan dia ya?” bisik Wooyoung cepat.
Mata Sooyoung melebar. Century? Itu kan restoran paling mahal di Seoul. Dia baru sekali ke sana saat ditraktir appanya.
“Tenang saja. Nanti kami akan mengantarkanmu sampai dorm SNSD lagi,” kata Chansung saat melihat Sooyoung ragu-ragu.
Sooyoung agak bingung. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya dia diajak makan malam bersama oleh member-member 2PM. Tapi akan agak aneh kalau nanti dia tidak ikut membernya yang lain. Meskipun mungkin kata Minho benar, tidak ada Super Junior yang mengajaknya.
Dan ini adalah Century.
“Oke,” jawab Sooyoung akhirnya.
“Yes!” teriak Wooyoung, Taecyon dan Junho.
“Nanti selesai konser kami jemput ke ruang tunggumu ya!”
Sooyoung mengangguk, lalu kembali ke sofa di tengah backstage.
“Soo!” Narsha memekik melihatnya dan memeluknya dengan heboh.
“Penampilanmu hot sekali tadi!” katanya, cukup keras untuk didengar seluruh isi ruangan.
“Unni!” bisik Sooyoung tidak enak saat member-member Brown Eyes Girls yang lain, member-member MBLAQ dan member-member 4 Minutes meliriknya.
Hyuna berlari ke tempat mereka sambil nyengir bersekongkol dengan Narsha.
“Iya, Soo! Penampilanmu hot sekali! Hahaha, aku yakin Kau akan bisa membuat member-member male-idol bertekuk lutut padamu.”
“Yah!” kata Sooyoung gemas sambil mencubit lengan Hyuna. Mereka berdua selalu membuatnya merasa malu dengan kata-kata ‘hot’ dan ‘sexy’ mereka.
“You got it, Sooyoung-ie!” teriak Hyomin saat dia dan member T-Ara yang lain berjalan menuju panggung.
“Yah! Hyomin-ah!” Sooyoung merasa wajahnya mulai merah. Ketiga orang inilah yang selalu meledeknya.
“Hahaha. Miane,” kata Narsha sambil menepuk punggungnya.
“Sudahlah,” kata Sooyoung ikut tertawa. “Aku ke ruanganku dulu ya!” dia mengucapkan kalimat terakhir pada seluruh ruangan.
Semuanya melambaikan tangan padanya dan Hyuna memberinya pelukan sebelum dia berjalan ke koridor menuju ruang riasnya.
Sooyoung tahu member-member Super Junior tidak terlalu menyukainya. Tapi itu tidak masalah. Member-member SNSD masih menyayanginya. Dan, oh ya, member-member idol-group yang lain sangat ramah padanya. Itu lebih dari cukup untuk menggantikan member-member Super Junior.


*****
a/n: judulnya kaga nyambung.
Dan maaf kalo garing.
Komennya ditunggu ya...

Kamis, 13 Mei 2010

Kwartet Part1

(Sooyoung’s POV)
“Sooyoung-ah! Bangun!”
Aku pura-pura tidak mendengar suara Seohyun.
“Sooyoung-ah! Aku tahu Kau sudah bangun! Cepatlah mandi! Yang lain sudah siap dari tadi.”
Aku menarik bantal dari bawah kepalaku dan menutupkannya ke kedua telingaku.
“Yah! Go Sooyoung! Cepat bangun!” Seohyun berteriak sekarang. Dia menarik bantal yang menutup telingaku, dan mendekatkan mulutnya ke telingaku.
Aku tidak mau mengambil risiko menderita tuli di usia mudaku. Jadi aku duduk.
“Cepat mandi dan bersiap-siap. Yang lain sudah siap semua,” kata Seohyun sambil melemparkan handuk ke pangkuanku.
Aku berjalan ke kamar mandi dengan mata masih terpejam.
Setelah mandi secepat kilat─aku bukan tipe yang suka berlama-lama di kamar mandi seperti Seohyun─aku keluar dari kamar mandi dan melihat Seohyun duduk di atas kasurku. Tempat tidurku sudah rapi.
Aku tersenyum kepadanya, “Gomawoyoh! Kau membereskan tempat tidurku.”
Seohyun mencibir dan menggumamkan sesuatu yang terdengar seperti memang-begini-setiap-hari dan itu-adalah-kutukan-untukku-sebagai-saudaramu.
“Cepatlah bersiap-siap. Yuri-unni dan Yoona-unni juga sudah datang,” katanya.
Aku mengangkat alis. Apa aku tidak salah dengar?
“Kau memanggil mereka ‘Unni’?” tanyaku sambil memakai gaunku.
Seohyun mengangguk dengan tampang apa-salahnya.
“Kau tidak memanggilku ‘Unni’!” tuntutku.
Dia tidak menjawab.
Aku selesai dengan gaunku. Sekarang aku berusaha mengikat rambutku. Tapi, sejak kecil aku memang tidak berbakat berdandan dan tidak suka berdandan. Karena itu selama ini aku selalu membiarkan rambutku tergerai. Menurutku itu keren, tapi menurut Seohyun itu berantakan. Aku jelas tidak suka harus repot-repot mengikat rambutku dengan rapi. Tapi kemarin Dana-unni berkali-kali mengingatkanku untuk mengikat rambutku agar penampilanku benar-benar kembar dengan Seohyun.
Seohyun bangkit dari tempat tidur dan tanpa berkata apa-apa mengambil sisir dari tanganku lalu mulai menata rambutku.
Aku memperhatikan pantulan bayanganku di depan cermin saat Seohyun sibuk dengan pita di rambutku. Dengan rambutku (jauh) lebih rapi daripada biasanya dan dengan gaun tanpa lengan ini, aku merasa sangat mirip dengan Seohyun. “Kau tidak memanggilku ‘Unni’,” ulangku.
“Iya,” jawabnya sambil lalu.
“Yah! Lalu kenapa Kau memanggil mereka ‘Unni’? Aku seusia dengan mereka! Yuri-ah cuma lebih tua setengah jam dari aku! Yoona-yah cuma lebih muda lima menit! Dan Kau cuma lebih muda lima belas menit daripada Yoona-yah!” aku berteriak lagi.
“Jangan banyak bergerak!” katanya. Jelas tidak memedulikan protesku.
Aku hanya bisa memandangnya marah dari cermin. Dan dia tampak tenang memberikan sentuhan terakhir pada rambutku.
“Kau lebih cantik kalau begini,” katanya sambil memandang bayanganku di cermin dengan tatapan puas setelah selesai dengan pekerjaannya.
Aku membalikkan badan dan berhadapan dengan wajah saudara kembarku ini.
“Jangan panggil mereka ‘Unni’ kalau Kau tidak memanggilku ‘Unni’!” kataku galak.
Seohyun menghela nafas pendek dan jelas menganggap aku kekanak-kanakan. Tapi aku tidak peduli. Kalau dia ingin memanggil dua saudara kembar kami yang lain ‘Unni’, berarti dia juga harus memanggilku ‘Unni’.
“Kau tidak dewasa. Jadi aku tidak memanggilmu ‘Unni’,” katanya kalem sambil menyerahkan sepatu hak tinggiku ke tanganku. Sebenarnya itu bukan sepatuku. Jelas aku tidak akan pernah sengaja membeli sepatu sejenis itu. Itu adalah sepatu Tiffany, sepupu kami, yang dipinjamkan padaku untuk acara hari ini.
Aku memandangnya dengan sebal. “Lalu kenapa Kau memanggil mereka ‘Unni’? Kau baru kenal mereka tiga minggu yang lalu dan belum tahu mereka dewasa atau tidak!”
“Mereka terlihat dewasa. Mereka tidak suka berteriak sepertimu. Dan mereka berbicara dengan tenang. Dan mereka memperlakukanku seperti adik mereka,” kata Seohyun tenang. Dia membuka pintu kamar dan keluar. ”Cepat turun. Yang lain sudah menunggu.”
Aku menghela nafas putus asa.
Bukan keinginanku lahir dengan tiga orang saudara kembar. Aku adalah saudari kedua. Yang paling tua adalah Yuri, lalu aku, lalu Yoona dan terakhir Seohyun. Kami lahir prematur seperti kebanyakan kembar lebih dari dua yang lain. Tapi, berbeda dari kembar banyak lainnya, berbeda dengan orang yang lahir prematur lainnya dan berbeda dari orang Korea kebanyakan, kami berempat memiliki tinggi di atas rata-rata. Tinggi kami seperti Appa. Appa sangat tinggi. Tapi wajah kami sangat mirip dengan Umma.
Pernikahan orang tua kami tidak diizinkan keluarga besar masing-masing. Alasannya menurutku sangat konyol: karena orangtua Appa tidak ingin Appa menikah dengan seorang artis seperti Umma dan karena orang tua Umma tidak ingin Umma menikah dengan seorang pengacara seperti Appa. Menurut keluarga Appa artis adalah pekerjaan orang bodoh yang tidak pintar secara akademis. Dan menurut keluarga Umma pengacara adalah profesi yang paling penuh dengan kebohongan dan tipu daya. Sangat konyol kan? Maksudku, kenapa mereka tidak membiarkan saja anak mereka menikah dan hidup bahagia meskipun dengan orang yang tidak pintar secara akademis atau dengan orang yang penuh tipu daya? Yang penting mereka bahagia kan?
Appa dan Umma menikah secara diam-diam di Prancis. Di sana kami berempat lahir. Tapi saat kami berumur empat bulan keluarga Appa menemukan kedua orang tua kami. Lalu mereka melakukan sesuatu yang membuat mereka bercerai. Aku tidak terlalu mengerti apa itu. Tentu saja Appa tidak mau menjelek-jelekkan keluarganya sendiri. Tapi, yang aku tangkap dari penjelasan grogi Appa, keluarga Appa menyebarkan kabar bahwa Umma punya hubungan dengan laki-laki lain setelah menikah dengan Appa. Atau sesuatu semacam itu. Aku tidak begitu mengerti dan juga tidak ingin mengerti. Yang jelas, Appa kembali ke Korea Selatan dan tinggal kembali dengan keluarganya, membawaku dan Seohyun dan meninggalkan Umma, Yuri dan Yoona.
Sampai umurku 18 tahun tahun ini, aku percaya bahwa ibuku meninggal saat melahirkan aku dan Seohyun. Bahwa Seohyun adalah satu-satunya saudara kembarku. Dan bahwa hidupku sudah sempurna.
Sampai tiga minggu yang lalu ketika Appa membawa aku dan Seohyun ke sebuah restoran. Dia memperkenalkan kami pada seorang wanita cantik bernama Park Yoobin. Dan melihat bagaimana Appa memandangnya, aku yakin Appa jatuh cinya paadanya. Aku tidak mau itu terjadi. Meskipun Umma sudah meninggal dan bahkan aku tidak tahu bagaimana wajahnya karena kata nenek Appa membuang semua foto Umma waktu Umma meninggal, aku tidak mau Appa mencintai wanita lain.
“Ini adalah anak-anakmu, Sooyoung-ah dan Seohyun-ah,” kata Appa pada wanita itu.
Aku meradang pada saat itu. Oke, kalau memang Appa ingin menikah dengan wanita itu aku tahu itu haknya. Tapi kalau mengatakan aku dan Seohyun adalah anak wanita itu aku tidak terima. Waktu itu aku sudah akan berteriak marah pada Appa saat wanita itu meraih aku dan Seohyun ke dalam pelukannya dan berkata, “Umma sangat merindukan Kalian.”
Dan setelah dia melepaskan pelukannya yang sangat lama─sekitar tiga menit─ aku baru menyadari bahwa wajahnya sangat mirip denganku dan Seohyun. Sejak kecil aku dan Seohyun sering menerka-nerka bagaimana bentuk wajah Umma. Dan kami sudah sepakat bahwa wajah Umma mirip dengan wajah kami karena tidak seorang pun anggota keluarga Appa yang wajahnya mirip dengan kami.
Setelah kami berempat duduk, dan setelah Seohyun menggenggam erat tanganku seperti setiap kali aku akan meledak marah, ayah berkata pada kami,
“Park Yoobin adalah ibu kandung Kalian.”
Aku bisa melihat Seohyun ternganga. Sangat jarang dia berekspresi seperti itu. Dia adalah salah satu orang paling kalem, tenang dan cerdas yang pernah aku temui. Tapi, ya, malam itu dia ternganga. Dan sepertinya aku juga ternganga karena aku tiba-tiba sadar bahwa mulutku terbuka.
“Ap-appa bercanda, kan?” kataku terbata-bata.
Ulang tahunku dan Seohyun masih tiga bulan lagi dan saat itu bulan November (jadi bukan April Mop), dan juga bukan ulang tahun Appa, tapi kenapa Appa membuat lelucon tidak lucu begini?
“Appa tidak bercanda. Dia memang ibu Kalian. Yang melahirkan Kalian,” kata Appa dengan agak grogi.
Dan aku mulai percaya. Appa, salah satu pengacara paling hebat di Korea Selatan, gugup saat berusaha meyakinkan kami, berarti itu memang benar. Fakta bahwa Appa tidak bersikap santai dan tenang seperti biasa meyakinkan aku bahwa Appa sedang tidak bercanda. Appa pasti merasa grogi menjelaskan hal ini.
Aku memandang lagi wajah wanita itu dan menemukan bahwa matanya besar, persis mataku dan Seohyun. Bahwa hidungnya kecil. Bahwa rambutnya hitam dan lurus. Sangat mirip dengan aku dan Seohyun.
“Ta-tapi... kenapa?” tanya Seohyun tergagap.
Pertanyaan bagus. Kenapa Appa baru mempertemukan kami sekarang? Kenapa keluarga Appa─dan Appa sendiri─membohongi kami? Kenapa Umma tidak pernah mengunjungi selama ini? Kemana saja Umma selama ini?
Dan setelah itu Appa dan Umma menceritakan semuanya. Dan aku tidak bisa untuk tidak percaya pada mereka, meskipun sangat sulit dipercaya dan, yah, agak menyakitkan.
Tapi, ternyata masih ada satu kejutan lagi untukku dan Seohyun.
“Besok malam kita akan bertemu dengan Yuri-ah dan Yoona-yah,” kata Umma sambil memandangku dan Seohyun lembut.
“Siapa mereka?” tanyaku heran. Aku belum pernah mendengar nama mereka sebelumnya.
“Yuri-ah adalah kakak Kalian. Sedangkan Yoona-yah adalah adikmu Sooyoung-ah,” Umma tersenyum lembut padaku, “dan kakakmu, Seohyun-ah.”
Aku ternganga lagi.
“Bagaimana mungkin? Aku dan Seohyun-ah cuma beda umur dua puluh menit! Bagaimana mungkin ada orang di antara kami!”
Umma melirik Appa sambil tersenyum.
“Yah, sebenarnya Kalian kembar empat,” katanya lembut.
(End Sooyoung’s POV)
*******
(Yuri’s POV)
Aku menggenggam tangan Yoona yang berkeringat. Kami sampai di rumah keluarga Appa lima belas menit yang lalu. Cuma berdua. Kami dijemput oleh supir Appa. Sementara Umma langsung berangkat ke gedung tempat acara resepsi pernikahan Umma dan Appa akan dilaksanakan.
Kami duduk di ruang depan seperti orang hilang sementara orang-orang berjalan lalu-lalang keluar masuk untuk mempersiapkan segala yang dibutuhkan untuk acara hari ini.
“Akhirnya Umma menikah,” kataku pada Yoona sambil nyengir.
Yoona membalas senyumanku dengan senyuman grogi.
“Mana Sooyoung-ah dan Seohyun-ah, ya?” tanya Yoona. Dia sudah menanyakan hal itu paling tidak empat kali dari tadi.
Aku tadi sudah menelepon Sooyoung, yang tidak diangkat. Lalu aku menelepon Seohyun dan mengatakan bahwa dia akan segera menemui kami. Tapi tidak ada tanda-tanda kehadiran mereka.
Tiba-tiba seorang laki-laki yang berusia sekitar 70 tahun muncul dari dalam. Dia tersenyum melihat kami.
“Yang mana Yuri dan yang mana Yoona?” tanyanya.
“Aku Yuri dan ini Yoona,” kataku sambil berdiri dan membungkuk. Di sebelahku Yoona buru-buru berdiri juga.
Laki-laki itu mendekati kami.
“Aku Go Dongwok. Sabong-ah sudah menceritakanku pada Kalian? Atau Yoobin-ah?”
“Iya...”
Bagaimana aku bisa lupa saat Umma menceritakan seorang laki-laki bernama Go Dongwok yang membuat Umma harus bercerai dengan Appa. Umma sudah menceritakan hal itu sejak aku dan Yoona masih kelas satu sekolah dasar.
Bertahun-tahun aku dan Yoona merasa benci pada laki-laki ini meskipun kami tidak pernah bertemu dengannya. Meskipun Umma berkali-kali meyakinkan kami bahwa tidak ada gunanya membencinya. Tapi kami benci pada orang yang membuat kami tidak mengenal ayah kami sendiri. Meskipun dia adalah ayah dari ayah kami sendiri.
Tapi, tiga minggu yang lalu Umma berhasil meyakinkan kami bahwa kami harus berhenti membenci kakek kami itu.
Waktu itu hari Minggu pagi. Dan kami baru sebulan berada di Seoul setelah pindah dari Paris. Umma memanggilku dan Yoona ke ruang makan saat kami menonton kartun pagi di TV. Aku ingat saat itu Yoona masih mengantuk dan dia hampir tertidur saat Umma baru memulai kata-katanya.
Umma berkata, “Nanti malam kita akan bertemu Appa.”
Dan Yoona, yang sebelumnya menyandarkan kepalanya di atas meja makan dengan mengantuk, langsung mengangkat kepalanya dengan cepat sekali.
Aku memang heran saat Umma tiba-tiba memutuskan untuk pulang ke Korea sebulan sebelumnya. Bukan berarti aku tidak suka berada di Korea. Aku selalu menyukai Korea karena sejak kecil Umma sudah mengajariku dan Yoona bahasa dan semua kebudayaan Korea meskipun kami belum pernah ke Korea. Tapi keputusan Umma sangat mendadak.
“Ini alasan Umma kembali ke Korea?” tanyaku.
Tapi sebelum Umma sempat menjawab Yoona sudah berteriak penuh semangat.
“Umma sudah bertemu dengan Appa? Di mana? Bagaimana wajahnya? Bagaimana laki-laki Go Dongwok itu?”
Umma tersenyum pada Yoona. Umma adalah salah satu orang paling lembut dan penyayang yang pernah aku kenal.
“Yuri-ah, Umma kembali ke sini bukan karena Appa. Umma baru bertemu Appa kembali dua hari yang lalu. Dan itu tidak sengaja saat Umma sedang berbelanja di supermarket dan Appa sedang di sana juga. Dan Yoona-yah, Kau lihat saja nanti bagaimana Appa Kalian itu.”
Aku merasa agak aneh kami membicarakan Appa seperti itu. Seolah-olah kami hanya berpisah sebulan dengan Appa karena Appa ada tugas keluar kota atau apa. Bukan karena orang tua Appa memisahkan kami dari Appa 18 tahun yang lalu. Yah, memang dari dulu kami sering mengobrol ringan tentang Appa. Dan kami tahu bagaimana bentuk fisik Appa dari foto-foto yang disimpan Umma. Tapi, membicarakan rencana pertemuan dengan Appa setelah 18 tahun terpisah menurutku harus lebih dramatis daripada itu.
Aku melihat pada Yoona dan dia terlihat sangat bahagia. Saat kami masih kecil dulu Yoona sering menangis saat diejek oleh teman-temannya karena kami tidak memiliki ayah. Umma tidak mau kencan dengan laki-laki manapun karena dia bilang dia masih mencintai Appa, meskipun menurut aku dan Yoona itu bodoh. Dan sekarang Umma bertemu dengan Appa, dan kami akan bertemu nanti malam, dan Yoona sangat senang. Tidak ada yang bisa aku lakukan selain ikut bahagia. Apalagi aku melihat wajah Umma dan Yoona sangat cerah dan bahagia.
Yoona sedang mengoceh tentang baju apa yang akan dipakainya nanti saat tiba-tiba Umma berkata, “Kalian juga akan bertemu dengan saudara Kalian nanti.”
“Saudara? Maksud Umma sepupu?” tanyaku.
Umma tersenyum. “Bukan. Saudara kandung Kalian.”
Aku dan Yoona bertukar pandang. Setahu kami aku adalah anak sulung dan Yoona adalah anak bungsu. Tidak ada anak Umma dan Appa yang lain. Lagipula, berdasarkan cerita Umma, Umma dan Appa bertemu tiga bulan sebelum mereka menikah di Paris. Dan kami lahir setahun setelah mereka menikah. Kalau diandaikan Umma sudah hamil sebelum menikah, tetap saja waktu 15 bulan tidak cukup untuk melahirkan tiga kali. Kecuali...
“Maksud Umma saudara kandung kami itu juga kembar dan juga lahir prematur tujuh bulan seperti kami?” kejarku.
Umma mengangguk.
Aku mengerang. “Aku tidak pernah tahu bahwa aku punya kakak.”
“Bukan kakak. Sooyoung-ah dan Seohyun-ah adalah adikmu.”
“Umma jangan bercanda!” kata Yoona. “Bagaimana mungkin kami punya adik? Appa kan kembali ke Seoul waktu kami baru empat bulan. Dan kami akan tahu kalau Umma melahirkan lagi!”
Ini aneh. Tapi... Tiba-tiba ada kemungkinan lain yang muncul di kepalaku.
“Umma... Jangan bilang Sooyun dan Seohyong itu saudara kembar kami!”
Umma terkikik.
“Bukan Sooyun dan Seohyong, tapi Sooyoung dan Seohyun. Dan iya, mereka memang saudara kembar Kalian. Sooyoung-ah lebih muda lima belas menit daripada Yuri-ah dan Seohyun-ah lebih muda dua puluh menit daripada Yoona-yah. Dan Sooyoung-ah adalah kembar satu telur dengan Yoona-yah,” Umma menjelaskan dengan tenang seperti sedang menerangkan bagaimana cara naik bis dari rumah kami menuju Seoul University tempat kami akan mulai kuliah bulan depan.
Siang itu aku dan Yoona berbaring di kasur Yoona di kamar kami sambil membicarakan kira-kira seperti apa Appa, Sooyoung dan Seohyun itu. Kami masih shock dengan fakta bahwa kami punya dua orang saudara kembar lagi. Kami kembar empat! Kembar empat! Kembar empat bukanlah hal normal yang ada dalam setiap keluarga.
Dan malam itu aku menyetir KIA Elisabeth keluarga kami yang dibeli ibu dari teman SMA-nya ke sebuah restoran mahal di dekat Menara 101. Jujur saja, saat itu aku agak merasa minder karena semua mobil di tempat parkir itu paling tidak berharga lima kali lipat daripada mobil kami.
Saat kami mengikuti Umma ke lantai dua, tempat kami akan bertemu Appa dan dua saudara kembarku aku dan Yoona sejenak melupakan rasa grogi kami karena terpesona dengan interior restoran. Dan saat itu aku sadar, Sooyoung dan Seohyun akan berbeda dengan kami.
Aku dan Yoona tidak pernah benar-benar hidup sejahtera sejak kecil. Memang Umma tidak pernah membiarkan kami kelaparan dan selalu membelikan baju baru setiap tahun baru dan memasak kalkun panggang yang mahal setiap Natal. Tapi hanya begitu. Di Paris kami tinggal di sebuah apartemen kecil di pinggir kota. Kami banyak makan pasta dan spagethi instan dan Umma juga jarang memasak untuk kami karena harus bekerja sebagai guru di sebuah sekolah mode kecil dan menulis karya fiksi untuk sebuah tabloid lokal. Kami tidak kaya tapi kami bahagia.
Tapi aku tahu. Appa adalah salah satu pengacara paling terkenal di negara ini. Mau tidak mau Sooyoung dan Seohyun pasti akan menjadi anak yang selalu sejahtera. Mungkin mereka membeli baju baru beberapa kali sebulan dan memakan kalkun panggang tidak hanya saat Natal, tapi juga saat Paskah, Thanksgiving, Hari Ayah, Hari Bumi Internasional dan Hari Anti Korupsi Seluruh Dunia. Kami kembar, ya. Tapi kami sangat berbeda.
Dan aku mulai takut kalau mereka berdua akan bersikap tidak baik pada Yoona. Meskipun sulit membayangkan saudara kembarmu sendiri akan menghinamu, tapi siapa tahu karena selalu hidup sejahtera Sooyoung dan Seohyun tumbuh menjadi gadis yang sombong, manja dan egois?
“Yoobin-ah! Yuri-ah! Yoona-yah!” aku mendengar suara berat seorang laki-laki dari meja yang di pinggir, di dekat jendela.
Aku menoleh dan melihat seorang laki-laki berusia sekitar 40 tahunan memakai kaos bergambar Simpson Family berdiri dan melambai pada kami. Appa! Aku ingat, itu adalah wajah yang sejak bertahun-tahun yang lalu sering masuk ke dalam mimpiku meskipun aku tidak pernah menceritakannya pada siapapun, bahkan Yoona sekalipun, dengan wajah sedikit lebih tua tentunya. Di sebelahnya ada dua orang gadis yang juga berdiri. Mereka berdua, pasti Sooyoung dan Seohyun, agak tetutup tubuh Appa yang melambai dengan penuh semangat. Mau tidak mau aku tersenyum melihatnya.
Kami sampai di meja itu dan Appa langsung memelukku dan Yoona. Umma mencium Sooyoung dan Seohyun. Dan akhirnya Appa mencium Umma. Di bibir! Aku bisa melihat wajah Yoona memerah saat melihatnya.
Dan setelah itu, kami diperkenalkan. Aku dan Yoona dengan Appa, Sooyoung dan Seohyun.
Pertama kali melihat Appa dengan kaus Simpson Family-nya aku tidak bisa berpikir selain betapa lucunya Appa. Dia bukan tipe seperti yang aku pikirkan selama ini. Yah, Umma memang sering bercerita bahwa Appa adalah orang yang humoris dan baik. Tapi, hampir semua pengacara yang kuketahui─rata-rata adalah pengacara para artis di Prancis dan Hollywood─adalah orang yang selalu serius dengan kening berkerut. Tapi aku senang mengatakan bahwa kening Appa tidak berkerut, bahwa dia sangat periang seperti Umma (aku pikir sekarang aku tahu kenapa mereka berdua saling jatuh cinta), dan bahwa sebentar saja mengenalnya aku langsung merasa dekat dengannya. Aku langsung merasakan feel memiliki seorang ayah yang baik dan penyayang.
Dan Sooyoung dan Seohyun. Yah, aku harus mengakui bahwa perkiraanku salah. Mereka sama sekali bukan gadis manja dan egois.
Pertama, aku tertukar antara Sooyoung dan Seohyun. Aku melihat wajah mereka berdua memang sangat mirip, kalau tidak bisa dikatakan persis, dengan wajahku dan Yoona (dan itu menolong sekali untuk menghilangkan kecanggungan-awal-perkenalan kami). Salah satu dari mereka memakai tube dress selutut berwarna biru muda. Rambutnya diikat rapi ke belakang. Dan yang satu lagi memakai kaus polo dan celana jeans gombrong sebetis. Rambutnya digerai dan berantakan.
Dan karena aku tahu Sooyoung kembar satu telur dengan Yoona, dan karena Yoona adalah tipe yang suka memakai dress, aku langsung berkata, “Sooyoung-ah...” saat memeluk yang memakai mini dress.
Yang memakai kaus polo langsung tertawa, “Hahaha, tujuh bulan bersama di perut Umma tidak membuat Kau bisa membedakan kami, ya? Aku Sooyoung dan dia Seohyun.”
Aku agak terkejut karena setahuku kembar satu telur sangat mirip dan tidak jarang mereka tidak mau berpisah rumah bahkan setelah masing-masing menikah. Tapi, terpisah 18 tahun bisa membuat kembar satu telurpun berbeda sekali.
Sooyoung adalah gadis yang sangat ceria. Sepanjang makan malam kami dia sering mendominasi pembicaraan. Dia juga sering mengeluarkan lelucon-lelucon lucu. Dan dia agak cablak untuk ukuran seorang gadis seperti kami. Aku tahu dari cara berbicaranya dan cara dia mengomentari gaya pelayan restoran yang mengantarkan makanan kami. Dan dia juga agak cuek jika dilihat dari pakaiannya yang sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia adalah putri dari salah satu pengacara paling sukses di Korea Selatan.
Sebaliknya, Seohyun agak pendiam. Dia makan dengan tenang dan banyak tersenyum mendengar pembicaraan kami.
-bersambung-

One Shot SooHyun (Sooyoung-Jonghyun)

Jonghyun baru keluar dari toilet di MBC saat melihat dua sosok yang sangat dikenalnya berjalan beriringan. Dia memperhatikan mereka dan melihat mereka berhenti di belakang sebuah pot besar.

Jonghyun mengendap-endap dan melihat Kyuhyun berdiri bersandar ke dinding. Di depannya berdiri seorang gadis tinggi. Sooyoung! Mata Jonghyun melebar melihat mereka berdua berdiri berhadap-hadapan dengan jarak sangat dekat.

“Oppa pasti bisa!” dia bisa mendengar Sooyoung berkata lembut.

“Aku tidak tahu, Sooyoungie. Kau tahu, aku maknae dan selalu menjadi bulan-bulanan member yang lain. Dan yang akan aku gantikan adalah Hankyung-hyung,” dia mendengar Kyuhyun berkata pelan. Suaranya terdengar putus asa.

“Tapi aku percaya Oppa pasti bisa. Cho Kyuhyun pasti bisa menjadi leader Suju-M. Oppa kan salah satu member Super Junior yang terbaik...” Sooyoung berkata lagi, masih dengan suara lembut yang belum pernah Jonghyun dengar.

“Mmm, yah, aku pikir aku akan berusaha...”

Jonghyun melihat Sooyoung memegang pipi Kyuhyun dengan kedua tangannya. Dadanya berdebar. Ini bukan tindakan yang biasa dilakukan Sooyoung pada member male-idol manapun.

“Mmm... Sooyoungie, bisakah Kau memelukku? Aku ingin mendapat kekuatan darimu...” Jonghyun bisa melihat Kyuhyun agak grogi saat mengatakannya.

Tapi Sooyoung langsung melingkarkan tangannya ke pinggang Kyuhyun dan menyandarkan badannya ke badan Kyuhyun. Jonghyun menelan ludah.

Sooyoung melepaskan pelukannya, “Merasa lebih baik?”

“Jauh lebih baik,” Kyuhyun menjawab sambil tersenyum.

Tiba-tiba, tanpa peringatan apapun, Sooyoung mengecup bibir Kyuhyun. Jonghyun membelalak. Apa ini?

Dia bisa melihat awalnya Kyuhyun terkejut. Tapi setelah itu Kyuhyun melingkarkan tangannya di pinggang kecil Sooyoung dengan erat, mendorong Sooyoung agar lebih rapat ke tubuhnya, dan membalas ciumannya.

Setelah rasanya berjam-jam bagi Jonghyun, Sooyoung dan Kyuhyun memisahkan diri. Jonghyun bisa melihat senyuman di wajah Kyuhyun. Dan dia tahu dia tidak suka dengan senyuman itu.

“Kita ke depan sekarang?” kata Sooyoung manis. Terlalu manis. Dan Jonghyun belum pernah mendengar Sooyoung berkata seperti itu padanya.

Jonghyun buru-buru bersembunyi di balik pot besar di sebelahnya. Dia mendengar langkah mereka melewatinya dan dia mengintip lagi. Dia melihat Kyuhyun dan Sooyoung berjalan ke depan. Tangan kanan Kyuhyun melingkar di pinggang Sooyoung.

Jonghyun merasa matanya panas. Dia teringat lagi apa yang terjadi dua minggu yang lalu, ketika Sooyoung menyatakan perasaan sukanya pada Jonghyun.

“Noona, Kau harus cari laki-laki yang lebih tua darimu! Aku TIDAK SUKA perempuan electra-complex!” Jonghyun berteriak pada Sooyoung.

Sooyoung memandangnya dengan mata berkaca-kaca.

“Apa kata orang-orang kalau aku pacaran denganMU? Apa kata orang-orang kalau aku pacaran dengan gadis yang lebih tua dariku?”

“Tapi... Jonghyun-ah, aku hanya lebih tua dua bulan...”

“Tetap saja lebih tua, BODOH!” Jonghyun memotong ucapan Sooyoung dengan kasar. “Dan yang paling penting, aku tidak dan tidak akan pernah menyukaimu. Jadi lupakan saja bahwa Kau menyukaiku.”

Sooyoung menghapus air matanya.

“Oke. Maafkan aku.”

Setelah itu Sooyoung pergi dan mereka belum pernah bertemu lagi sampai hari ini.

Yang membuat Jonghyun sangat merana adalah fakta bahwa dia tidak bisa melupakan Sooyoung sejak malam pada hari dia menolaknya itu. Dia terus memikirkan Sooyoung dan membeku setiap kali Key atau Taemin menyebut-nyebut ‘Sooyoung-noona’. Dan hari ini dia berniat akan meminta maaf dan mengatakan bahwa dia juga suka pada Sooyoung, bahwa tidak masalah bahwa Sooyoung lebih tua dari padanya. Toh hanya dua bulan.

Tapi, ternyata... Dia sama sekali tidak menyangka Sooyoung akan secepat ini menemukan laki-laki lain. Menemukan orang yang bisa dipanggil “Oppa” dan memanggilnya “Sooyoungie” dan bukannya “Sooyoung-noona.”

Jonghyun merasa dadanya sakit. Dia jelas telah kalah. Dan salah. Dia salah karena selama ini tidak mengakui perasaannya pada Sooyoung.

-TAMAT-

The Royal Family Part 2

Yuri termangu di depan nisan kedua orang tuanya. Sudah lebih tiga jam dia duduk diam di sini. Hanya diam, meskipun di otaknya berpusar banyak sekali pertanyaan.
Kemarin adalah hari ulang tahunnya yang ke-18. Seharusnya itu menjadi hari yang sangat menyenangkan. Hari itu akan menjadi hari peresmiannya sebagai Putri Mahkota Kerajaan. Ayahnya meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat bersama ibunya tiga belas tahun lalu, saat dia berumur lima tahun. Karena itu, setelah kakeknya yang menjadi raja sekarang mangkat, dialah yang akan langsung naik tahta.
Tapi semuanya berubah saat sebuah surat peninggalan ayahnya, yang memang diminta untuk dibacakan pada ulang tahun Yuri yang ke-18, dibacakan tadi malam. Selama ini surat itu tersimpan di dalam lemari di ruang kerja Raja Lee Minyoung, kakeknya. Dan selama ini Yuri mengira isinya cuma ucapan selamat bahwa dia diangkat menjadi Putri Mahkota. Atau berisi petuah-petuah dan nasihat-nasihat agar bisa menjadi ratu yang baik. Tapi ternyata dugaannya salah. Salah besar.
Sepupu tertuanya, Leeteuk terdiam lama saat mencapai bagian tengah surat itu. Orang-orang memintanya segera melanjutkan bacaan suratnya. Dan setelah memandang mata Yuri lama, Leeteuk melanjutkan dengan suara bergetar.
“.... Yuri-ah, sebenarnya Kau memiliki seorang saudara. Saudara tiri. Dia tinggal di Incheon. Ayah menikah dengan ibunya dua tahun sebelum Kau lahir. Ayah merasa sangat bersalah pada Kalian semua karena telah menyembunyikannya selama ini. Padamu. Pada ibumu. Pada seluruh keluarga besar kita. Dan pada seluruh Korea.
Tapi ayah ingin Taeyeon-ah, saudaramu itu, tinggal si istana bersamamu. Kalian akan menjadi sepasang saudara yang hebat. Dia hanya lebih tua sembilan bulan daripadamu. Karena itu, ayah minta, tolong jemput dia ke Incheon. Dia tinggal di desa Parknam. Ibunya bernama Park Heejing. Dan tolong sampaikan permintaan maaf ayah karena tidak pernah menjenguknya setelah dia lahir.
Ayah sangat berharap Kalian berdua bisa hidup rukun dan bahagia. Kalian adalah masa depan Korea. Lakukan yang terbaik untuk kerajaan ini.
Ayah selalu mencintaimu, dan Taeyeon-ah (tolong sampaikan padanya).”
Seluruh tamu undangan malam itu terdiam mendengar isi surat itu. Awal surat itu biasa saja. Seperti surat wasiat lain yang dibuat jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada pembuatnya. Berisi kenangan ayah Yuri saat Yuri masih bayi. Tapi lanjutannya, sungguh, tidak seorang pun mengira akan begitu.
Tapi tentu saja tidak ada yang seterkejut Yuri. Lebih dari fakta bahwa sekarang dia bukanlah satu-satunya Putri Mahkota, dia sangat terkejut saat tahu ayahnya punya istri dan anak lain. Dia merasa dikhianati. Kenapa? Sepertinya hubungan ayah dan ibunya baik-baik saja. Tapi, apa dia memang tidak menyadarinya? Mungkin karena Yuri saat itu masih terlalu kecil untuk menyadari bahwa ada yang salah dengan hubungan ayah dan ibunya sehingga ayahnya menikah dengan wanita lain.
Yuri ingin marah pada ayahnya. Tapi dia tidak bisa. Isi surat itu menunjukkan bahwa ayahnya merasa sangat bersalah. Bukan hanya pada Yuri dan ibunya. Tapi juga pada Taeyeon dan ibunya. Dan ayahnya mengatakan bahwa dia tidak pernah mengunjungi Taeyeon sejak dia lahir? Paling tidak Yuri menghabiskan saat-saat indah bersama ayahnya sejak lahir hingga ayahnya meninggal. Tapi Taeyeon itu? Mungkin dia tidak tahu bahwa dia adalah anak seorang Putra Mahkota kerajaan. Kalau dia tahu, pasti sudah dari dulu dia datang ke istana.
Pesta ulang tahunnya tadi malam langsung dihentikan. Para undangan dengan sopan dipersilakan pulang. Raja dengan ketiga anaknya yang lain langsung mengadakan rapat. Dan Yuri langsung kembali ke kamarnya dalam keadaan terguncang, didampingi dua sepupunya, Sooyoung dan Victoria.
Yuri tidak menangis. Dia merasa tidak perlu menangisi hal ini. Malah Victoria yang terisak-isak di kasurnya.
Yuri tersadar dari lamunannya saat mendengar langkah kaki di belakangnya. Dia menoleh. Leeteuk dan Hankyung berjalan ke arahnya.
“Yuri-ah, ayo pulang. Kau belum makan dari pagi, kan?” kata Hankyung sambil memeluk lengannya.
Yuri menurut saja saat Hankyung menggandengnya ke mobil. Mereka kembali ke Istana Induk.
*****
Taeyeon duduk di kursi pesawat dengan wajah pias. Dia baru pertama kali naik pesawat. Tapi, setahunya di pesawat tidak ada ruang santai. Tapi jelas sekali ruang santai tempatnya duduk sekarang berada dalam pesawat. Tadi dia yakin naik tangga pesawat. Dan dia juga mendengar deru pesawat. Dan dari jendela kecil di sebelahnya dia juga bisa melihat awan.
“Yang Mulia, ada yang Anda butuhkan?” seorang pelayan wanita yang cantik muncul. Ini sudah yang ketiga kalinya dia menanyakan hal itu sejak Taeyeon naik ke pesawat sekitar setengah jam yang lalu.
“Tidak, terima kasih.”
Yang Taeyeon butuhkan sekarang adalah penjelasan sejelas-jelasnya yang bisa menghilangkan semua kebingungannya. Tadi, setelah dua laki-laki berjas hitam itu berhasil meyakinkannya bahwa dia memang benar-benar seorang cucu raja, Taeyeon cuma sempat mengumpulkan beberapa barang-barang pentingnya─ foto ibunya, jaket yang dibelinya dari uang hasil tabungannya bertahun-tahun, ransel yang biasa dipakainya ke sekolah, dan jam tangan peninggalan ibunya. Setelah itu dia langsung dibawa dengan mobil ke bandara.
Saat dia pergi, Bibi Nayoung, Paman Dongyup dan Hyuna memandangnya dari depan pintu rumah mereka dengan tatapan nelangsa. Taeyeon tahu, mereka sedih karena harus kehilangan orang yang bisa disuruh-suruh melakukan semua pekerjaan rumah. Dan Hyuna juga mungkin sangat iri padanya karena akhirnya dia bisa ke Seoul, bahkan ke istana raja.
Sekarang Taeyeon duduk di sebuah sofa berlengan besar yang empuk dengan sandaran kaki di ujungnya. Di depannya ada TV yang menayangkan sebuah film barat. Lantai di bawahnya dilapisi karpet tebal. Di sebelah kirinya ada sebuah meja rendah. Di atas meja itu ada tiga toples berisi kue yang terlihat sangat lezat dan segelas jus yang sepertinya jus jeruk. Tapi Taeyeon sedang tidak ingin makan ataupun minum. Perutnya terasa mual dan kepalanya agak pusing.
Dia menoleh ke sekelilingnya. Di belakang dan depannya ada semacam pintu. Hanya dia sendiri yang berada di ruangan ini. Pria-pria berjas hitam tadi sudah tidak ada lagi. Cuma pelayan wanita cantik tadi yang beberapa kali masuk dari belakang untuk menanyakan pertanyaan yang sama. Tapi sekarang dia juga tidak terlihat.
*****
Setelah turun dari pesawat tadi, Taeyeon segera masuk mobil sedan hitam lagi. Dan sekitar dua puluh menit kemudian mobil itu berbelok masuk ke pekarangan yang sangat luas dan indah. Istana! Taeyeon membuka jendela mobil agar bisa memandang istana yang sangat indah itu dengan lebih jelas.
Mereka melalui berlapis-lapis pengawal dan petugas keamanan hingga akhirnya sampai di depan teras besar. Mobil itu berhenti di sana. Laki-laki yang tadi menjemput Taeyeon di rumah Bibi Nayoung turun dari tempat duduk di sebelah supir dan membukakan pintu belakang.
“Silakan, Yang Mulia,” katanya sambil membungkuk.
Taeyeon ragu-ragu turun dari mobil. Tiba-tiba pintu besar di ujung teras itu terbuka. Seorang laki-laki separuh baya keluar diikuti dua orang wanita berpakaian seperti pelayan perempuan cantik di pesawat tadi. Siapa dia? Apakah itu raja? Taeyeon belum pernah melihat raja karena setiap dia akan menonton TV, Bibi Nayoung pasti menyuruhnya melakukan sesuatu.
Laki-laki itu menyongsong Taeyeon sambil tersenyum.
“Selamat datang di istana, Yang Mulia,” katanya membungkuk, diikuti kedua pelayan di belakangnya.
“Saya adalah Jung Hangeul, Kepala Pelayan Istana. Saya akan mengantarkan Anda ke dalam,” katanya penuh hormat. “Silakan Yang Mulia.”
Taeyeon berjalan mengikuti laki-laki itu. Kedua pelayan perempuan itu mengikuti di belakangnya. Kaki Taeyeon terasa bukan seperti kaki. Dia merasa ingin sekaligus tidak ingin masuk ke dalam istana.
Saat sampai di dalam, Taeyeon tidak menemukan mahligai Raja seperti yang pernah dilihatnya dalam buku pelajarannya. Pintu itu menuju sebuah ruangan sangat besar dengan dua tangga melingkar di sisi yang berhadapan dengan pintu. Di dindingnya ada banyak lukisan. Sebagian lukisan berciri Korea dan sebagian lagi Eropa. Ada foto besar seorang laki-laki dan perempuan yang sudah agak tua di antara kedua tangga melingkar. Raja Lee Minyoung dan Ratu Kim Soojung, Taeyeon membaca tulisan di bawahnya. Sambil terus berjalan, Taeyeon memandang wajah raja, kakeknya, baik-baik. Sepertinya beliau adalah orang yang keras dan galak.
Pelayan itu berbelok ke kiri, ke sebuah koridor terang. Di kanan kiri itu ada lebih banyak foto. Ada foto raja, ratu dan sepertinya anak-anak, menantu-menantu dan cucu-cucu mereka. Ada foto dua gadis kecil yang mungkin berusia lima tahun memakai gaun kembar. Wajah keduanya sangat mirip. Ada foto raja yang terlihat lebih muda beberapa tahun dengan seorang anak laki-laki di depan Gedung Putih.
“Silakan masuk Yang Mulia!” pelayan bernama Jung Hangeul itu mempersilakan Taeyeon masuk ke sebuah ruangan. Seorang pengawal menahan salah satu dari pintu ganda berat menuju ruangan itu. Tiba-tiba kaki Taeyeon terasa berat. Apa yang menunggunya di balik pintu itu?
Dia melangkahkan kakinya dan akhirnya dia melihat bagian dalam ruangan itu. Ruangan itu luas dan sangat terang karena salah satu sisinya merupakan kaca besar yang menunjukkan sebuah taman dengan air mancur indah.
Seorang wanita duduk di sofa. Di belakangnya berdiri dua orang pelayan wanita.
“Permisi,” kata Taeyeon. Dia mendengar suaranya tidak seperti biasanya.
Wanita itu tersenyum dan berdiri.
“Taeyeon-ah! Selamat datang!”
Taeyeon cuma mengangguk. Dia sama sekali tidak tahu siapa wanita ini.
“Aku Lee Hyori, adik bungsu ayahmu,” katanya. “Senang bertemu denganmu.”
Senyum wanita itu ramah. Tapi dia bersikap sangat formal sehingga Taeyeon merasa berada pada tempat yang salah. Dengan gugup dia duduk di sofa yang berhadapan dengan wanita itu. Mereka dipisahkan sebuah meja kaca bulat.
“Bagaimana perjalananmu?” tanya wanita itu.
“Eh, baik,” Taeyeon merasa jawabannya terdengar bodoh. Tiba-tiba dia ingin bersikap seperti seorang putri raja meskipun masih sangat sulit untuk percaya bahwa dia adalah seorang putri raja.
*****
“Yang Mulia, Putri Taeyeon sudah datang,” Yuri mendengar Kyuhyun, pelayan pribadinya, berkata dari belakangnya. Yuri sedang duduk di depan pintu ruang tengah Istana Apsajang yang membuka ke taman.
Yuri menoleh. Aneh sekali mendengar orang lain dipanggi “Putri”. Selama ini dia hanya mendengar “Putri Yuri”, “Putri Sooyoung”, “Putri Victoria” dan “Putri Amber”.
“Di mana dia?” tanya Yuri. Dia menyadari suaranya agak aneh.
“Putri Taeyeon baru masuk dari pintu depan. Yang Mulia Lee Hyori-sshi meminta Anda ke Istana Induk sekarang.”
Yuri bangkit dan merapikan rambutnya.
“Sooyoung-ah mana? Dia ikut menemuinya?”
“Putri Sooyoung sedang berada di rumah keluarga Choi. Beliau akan kembali ke istana dua hari lagi,” kata Kyuhyun sambil membungkuk.
Yuri mendecak sebal. Kenapa Sooyoung harus pergi saat dia membutuhkannya?
Diikuti Kyuhyun, Yuri berjalan keluar dari Istana Apsajang tempat dia tinggal. Jarak dari Istana Apsajang ke Istana Induk sebenarnya dekat. Tapi ada taman besar dengan jalan berbelit-belit yang membatasi keduanya sehingga para keluarga kerajaan yang ingin pergi dari Istana Apsajang ke Istana Induk atau sebaliknya biasanya menggunakan lift bawah tanah yang menghabiskan waktu lima kali lipat kalau melewati taman. Sejauh ini, setahu Yuri, baru Sooyoung saja anggota keluarga kerajaan yang pernah menyeberangi taman itu saat pergi ke Istana Induk dari Istana Apsajang.
Pintu lift membuka dan Yuri keluar di sebuah koridor di sisi barat Istana Induk. Dia langsung melangkah ke ruang tamu kerajaan di sebelah kanan koridor.
“Maaf Yang Mulia, Putri Taeyeon akan diterima di ruang keluarga kerajaan,” kata Kyuhyun.
Yuri langsung berbalik ke bagian belakang istana. Ruang keluarga? Ah ya, dia baru ingat. Taeyeon kan anggota keluarga.
Tiba-tiba Yuri memikirkan bagaimana Taeyeon itu. Apakah dia cantik? Apakah dia tinggi? Yuri dan semua sepupunya tinggi kecuali Leeteuk. Apakah dia suka pelajaran matematika? Dari dulu Yuri tidak pernah suka pelajaran berhitung. Dan dia hampir selalu mencontek jawaban Sooyoung setiap ujian.
Isi surat ayahnya mengatakan bahwa Taeyeon lebih tua sembilan bulan daripada Yuri. Berarti dia lebih muda tepat setahun daripada Victoria dan lebih tua tepat setahun daripada Sooyoung. Yuri jadi sibuk mengira-ngira bagaimana Taeyeon itu. Dia takut kalau Taeyeon tiba-tiba menuntutnya atas semua haknya yang hilang selama ini. Ah, kenapa tiba-tiba kehidupannya menjadi seperti cerita drama yang sering ditonton Victoria itu?
Di depan pintu ruang keluarga berdiri Hangeul-ahjussi. Dia membungkuk saat Yuri masuk ke dalam. Yuri menangkap ekspresi prihatin dan simpati pada wajahnya. Apakah semua orang begitu? Apakah semua orang berpikir Yuri terpukul dengan kenyataan ini? Oke, dia memang sedih dan agak terpukul. Tapi dia tidak lemah.
Yuri masuk dan melihat Bibi Hyorinya sedang mengobrol dengan seorang gadis. Gadis itu duduk membelakangi pintu masuk sehingga Yuri tidak bisa melihat wajahnya. Tapi dia bisa melihat bahwa tubuh gadis itu kecil. Sangat kecil malah kalau dibandingkan dengan tubuhnya, Sooyoung, Victoria dan Amber yang tinggi.
“Ah, Yuri-ah! Ayo ke sini. Taeyeon-ah sudah datang!” kata Bibi Hyori tersenyum.
Yuri berjalan ke sofa tempat Bibi Hyori duduk. Dan gadis itu, Taeyeon, menoleh padanya. Untuk pertama kalinya Yuri memandang wajah saudara seayahnya. Taeyeon tersenyum gugup padanya.
“Selamat siang! Aku Yuri,” kata Yuri membungkuk.
Taeyeon terlihat agak terkejut dan Yuri benci sikap kaku dirinya pada orang yang baru pertama kali ditemuinya. Taeyeon berdiri dan ikut membungkuk.
“Aku Taeyeon.”
Yuri mengangkat wajahnya dan melihat Bibi Hyori memandang mereka berdua sambil tersenyum geli.
“Kalian bersikap seolah-olah Kalian bukan saudara saja,” katanya.
Yuri dan Taeyeon sama-sama tidak menjawab. Yuri masih menyesali sifatnya yang sangat kaku pada orang asing atau orang yang bari ditemuinya. Dia selalu mengandalkan Sooyoung pada setiap pertemuan dengan orang asing. Sooyoung bisa akrab bahkan dengan orang yang baru dikenalnya semenit. Tapi kali ini Sooyoung sedang berada di rumah kakeknya dari pihak ayahnya.
“Baiklah, Kalian berdua, aku harus pergi. Kalian mengobrol-ngobrol dulu saja ya! Yuri-ah, Kau juga antarkan Taeyeon-ah ke kamarnya,” kata Bibi Hyori sambil berdiri dari sofanya.
“Bibi mau kemana?” tanya Yuri panik. Dia jelas akan kehilangan bahan pembicaraan kalau ditinggalkan berdua saja dengan Taeyeon.
“Kemarin Tiffany datang dari Los Angeles. Dan malam ini keluarga Choi akan merayakan kelulusan Hankyung-ah dan Siwon-ah,” kata Bibi Hyori sambil tersenyum.
“Aku juga ingin merayakan kelulusan Hankyung-oppa,” kata Yuri protes. Dua minggu yang lalu dia dan Victoria sudah membelikan sebuah jaket kulit keren sebagai hadiah kelulusan Hankyung.
“Sepupu di sini bisa merayakannya besok-besok. Malam ini hanya untuk keluarga Choi,” kata Bibi Hyori sambil tersenyum.
Dia tersenyum saat melewati Yuri dan Taeyeon yang masih berdiri berhadapan, lalu menghilang di balik pintu diikuti kedua pelayannya.
Yuri tiba-tiba merasa semakin kaku. Kalian mengobrol-ngobrol dulu saja, kata Bibi Hyori. Mengobrol apa? Yuri sama sekali tidak punya bahan pembicaraan. Dan kalaupun ada, dia merasa sangat tidak nyaman berada bersama orang yang tiba-tiba muncul ke dalam kehidupannya sebagai saudara tirinya.
Taeyeon juga terlihat agak gugup. Dia terus menunduk. Yuri menggunakan kesempatan ini untuk memandangnya lakat-lekat. Taeyeon termasuk rendah untuk ukuran gadis seusianya. Rambutnya panjang seperti Yuri, tapi lurus seperti Sooyoung. Kulitnya lebih putih seperti Victoria. Dan matanya lebih sipit seperti Amber.
Tidak seperti yang Yuri takutkan, Taeyeon sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda perlawanan. Dia tampak agak malu-malu dan sangat canggung. Yuri tahu, terbiasa hidup di desa kecil sejak lahir, dan tiba-tiba sekarang berada di tempat paling prestisius di Korea, pasti membuatnya bingung.
“Mmm, kita langsung ke kamarmu saja, ya,” akhirnya Yuri berkata.
*****
“Mmm, kita langsung ke kamarmu saja, ya,” kata Yuri.
Suaranya terdengar agak canggung. Taeyeon agak heran seorang putri mahkota, yang sudah tinggal di istana dari lahir, penuh dengan kemewahan dan kekuasaan, bisa canggung saat bertemu dengan orang desa sepertinya.
Yuri keluar. Taeyeon mengikutinya sambil menggendong ranselnya.
“Bisa saya bantu, Yang Mulia?” kata seorang laki-laki yang dari tadi berdiri di belakang Yuri, mengulurkan tangannya untuk membawakan tas Taeyeon.
“Mmm,” Taeyeon bingung.
“Berikan saja padanya,” kata Yuri sambil lalu.
Taeyeon menyerahkan ranselnya pada laki-laki itu dan berjalan mengikuti Yuri. Mereka keluar dari koridor terang tadi dan muncul di sebuah ruangan kecil. Ada pintu metal ganda yang dijaga seorang pengawal, yang langsung membungkuk hormat saat melihat mereka, di ujungnya. Pengawal itu menekan sebuah tombol di sebelah pintu itu dan pintu itu terbuka. Yuri masuk dan Taeyeon dan laki-laki tadi mengikutinya.
Pintu itu kembali menutup dan Taeyeon sangat terkejut ketika tiba-tiba lantai yang diinjaknya turun. Dia langsung memegang tangan Yuri, yang juga terkejut dengan reaksi Taeyeon.
“Kau kenapa?”
Mata Taeyeon melotot dan dia baru sadar bahwa ruangan kecil ini adalah apa yang disebut lift. Hyuna pernah bercerita bahwa dia pernah menaikinya di salah satu mall di kota.
“Tidak apa-apa,” kata Taeyeon dan dia tahu bahwa mukanya memerah.
Lift itu turun sekitar lima belas detik, lalu berjalan mendatar. Taeyeon baru tahu bahwa ada lift yang berjalan mendatar. Setelah beberapa puluh detik lagi, lift itu mulai naik. Lalu pintu lift terbuka dan mereka keluar di sebuah ruangan yang lebih terlihat seperti rumah daripada yang tadi. Di ruangan itu ada beberapa sofa berlengan yang empuk, TV flat 39” dan sebuah lemari besar berisi benda-benda pajangan yang sepertinya terbuat dari kristal.
Yuri berbelok ke kiri dan mereka masuk ke ruangan yang lebih kecil. Di ruangan itu ada seorang cowok yang sedang membaca buku di sebuah meja tegak. Dan di tiga sisi dindingnya ada lemari tinggi yang mencapai langit-langit, penuh berisi buku.
Cowok itu menoleh saat mereka lewat.
“Amber-ah,” sapa Yuri datar.
Cowok itu mengangguk tanpa ekspresi.
“Selamat siang Putri Amber!” kata laki-laki yang dari tadi mengikuti Yuri dan Taeyeon.
Sebelum dia sadar, Taeyeon sudah menoleh kembali ke belakang, ke arah cowok itu. Putri? Taeyeon melihat wajah cowok itu, dan dandanannya. Tidak ada tanda-tanda bahwa dia perempuan. Dan namanya juga aneh. Amber? Dia belum pernah mendengar nama orang seperti itu.
Tapi Taeyeon segera sadar bahwa dia telah bersikap tidak sopan, jadi dia kembali menghadap ke depan dan ikut belok ke kanan mengikuti Yuri. Mereka kembali sampai di koridor lain. Koridor ini panjang dan sejauh yang Taeyeon lihat, ada banyak beberapa pintu di kiri kanannya.
Yuri berhenti di depan sebuah pintu dan laki-laki yang dari tadi mengikuti mereka maju dan membukakannya.
Yuri masuk. Dengan ragu-ragu Taeyeon juga masuk.
“Ini kamarmu,” kata Yuri datar.
Taeyeon tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya melihat kamar barunya. Ini sangat luar biasa! Kamar ini bahkan lebih besar daripada rumah Bibi Nayoung. Dan tempat tidurnya bukanlah kasur lipat tipis seperti yang Taeyeon tiduri selama ini. Kasurnya tebal, empuk dan terletak di atas sebuah dipan kayu besar yang diukir sangat indah. Alas kasurnya berwarna krem lembut dengan renda-renda halus di ujung-ujungnya. Ada empat bantal dan dua guling, semuanya memakai sarung yang sama seperti alas kasur.
Di sebelah kanan tempat tidur ada sebuah meja rendah. Di atasnya ada lampu tidur dengan tutup berwarna krem, sewarna dengan alas kasur. Ada lemari besar yang menempel ke dinding. Lemari ini sangat panjang hingga menutupi seluruh sisi dinding bagian kiri. Dan juga ada sebuah kulkas kecil. Bahkan juga ada satu set sofa empuk berwarna merah marun. Juga ada TV flat 30’, DVD Player dan satu set lengkap peralatan karaoke.
“I-ini kamarku? Kamarku se-sendiri?” tanya Taeyeon terbata-bata.
Yuri mengangguk. Tampak agak heran dengan reaksi Taeyeon.
“Terima kasih.”
******
Sooyoung sedang merayakan kelulusan kakak dan sepupunya di rumah kakeknya dari pihak ayahnya. Keluarga ibunya adalah keluarga kerajaan. Sedangkan ayahnya berasal dari salah satu keluarga bangsawan kaya. Sebenarnya taraf hidup keluarga ayah dan ibunya hampir sama, tapi Sooyoung merasakan perbedaan yang besar saat bersama-sama dengan sepupunya dari pihak ayah dan sepupunya dari pihak ibu.
Sepupu-sepupunya dari pihak ibu adalah orang-orang yang mempunyai selera sangat tinggi dan gaya hidup sangat jetset. Mereka bisa keluar negeri beberapa kali sebulan, kadang hanya untuk membeli sebuah tas yang mereka lihat di internet. Masing-masing sepupunya itu sejak kecil sudah memiliki pelayan pribadi. Mereka terbiasa dipanggil “Putri”, “Pangeran” atau “Yang Mulia”, selalu dituruti keinginan mereka, dihormati bahkan cenderung dipuja dan agak ditakuti. Kemana-mana mereka selalu diantar supir dengan mobil mewah. Kalau keluar negeri, mereka tinggal menelepon pilot dan memilih salah pesawat jet pribadi kakek mereka. Sejak kecil, mereka sudah diajari cara menghindari paparazzi dan bagaimana menjawab pertanyaan wartawan dengan bijak.
Victoria, salah satu sepupunya, minimal satu kali ke Paris atau Milan dalam sebulan, hanya untuk mengunjungi butik Dior, Channelle, Dona Karan atau Mademoiselle. Taekyon, sepupunya yang sedang kuliah di New York University dibelikan sebuah jet pribadi oleh kakek mereka begitu dia lulus di sana sehingga New York-Seoul baginya hanya seperti Apjugong-Ilsan. Dan Yuri si Putri Mahkota, yang ─tidak seperti yang lain─ tidak bebas keluar negeri sekehendak hatinya, selalu mempunyai penggemar yang banyak, yang memuja-mujanya.
Sepupu-sepupu dari pihak ayahnya adalah kebalikannya. Sejauh yang Sooyoung ingat, Stephanie dan Jaejoong, sepupunya yang kakak-beradik, dulu sangat suka belanja di kaki lima di sepanjang jalan di dekat sekolah mereka. Shindong dan Tiffany, yang juga kakak beradik, pernah tinggal di Amerika. Dan di sana Shindong pernah menjadi loper koran untuk menambah uang sakunya agar bisa membeli game. Tidak seorang pun sepupunya dari pihak ayah yang mempunyai pelayan pribadi. Dan tidak seorang pun dari mereka yang dikejar-kejar paparazzi.
Dan mereka adalah orang yang sangat rendah hati meskipun bisa melakukan apa yang dilakukan sepupu-sepupunya dari pihak ibu. Sepupunya dari pihak ayah yang sering keluar negeri hanya Jaejoong dan Sunny. Dan Jaejoong keluar negeri untuk mengurus bisnis keluarga . Sedangkan Sunny, juga ke Prancis dan Milan, tapi hanya sekali sebulan, dan dengan penerbangan komersial.
Tapi, bagaimanapun, Sooyoung sangat menyayangi semua sepupunya. Sama seperti mereka menyayanginya. Meskipun sepupu-sepupunya dari pihak ayah suka meledek dan saling menjaili, meskipun sepupu dari pihak ibunya agak terkesan angkuh dan eksklusif, Sooyoung selalu merasa senang saat bersama mereka. Tidak peduli saat berada di istana atau di rumah besar kakeknya dari pihak ayah, dia selalu merasa berada di rumah sendiri dan merasa senang.
“Sooyoung-ah, sini! Kita foto-foto!” panggil Shindong.
Sambil tersenyum Sooyoung berjalan ke tempat para sepupunya yang sedang berkumpul di depan fotografer. Salah satu kelebihan berada di antara sepupunya dari pihak ayah adalah: dia punya kesempatan untuk bercanda dan tertawa bersama. Di istana, dia hanya biasa bercanda dengan Leeteuk. itupun sebelum Leeteuk menikah dan pindah ke apartemennya sendiri.
*****
Yuri baru saja menunjukkan kamar mandi, dan─ setelah Taeyeon dengan malu-malu meminta dijelaskan cara menyalakan shower atau mengisi bath tub dengan keran busa─ menjelaskan semua fungsi benda di dalamnya.
Sekarang Yuri berdiri di dekat jendela lebar yang menghadap ke taman bunga samping, kehabisan bahan pembicaraan. Taeyeon berdiri di dekat tempat tidur sambil mengelus-elus alas kasurnya. Meskipun menurut Yuri itu agak terlalu norak, dia merasa agak terharu melihat Taeyeon sangat mengagumi kamarnya. Padahal kamar ini termasuk yang tidak terlalu bagus jika dibandingkan dengan kamar Yuri, Sooyoung, Victoria dan yang lainnya.
“Mmm, besok aku harus menghadiri sebuah acara peragaan busana untuk amal. Kau ikut ya?” katanya akhirnya.
Taeyeon mengangkat wajahnya dan memandang Yuri agak bingung.
“Nanti malam aku akan membawakan gaun yang akan Kau pakai. Siap-siap saja besok pagi sebelum jam 7.”
“Aku permisi dulu. Kalau Kau memerlukan sesuatu, Kau tinggal keluar kamar dan berjalan ke ujung koridor. Di setiap ujung koridor ada pengawal. Kau minta kepada mereka saja atau suruh mereka memanggil pelayan.”
Taeyeon mengangguk lagi. Lalu Yuri dan Kyuhyun keluar kamar.
*****
Malam itu Taeyeon sedang berbaring menelungkup di atas kasur empuknya. Seumur hidupnya dia baru sekali ini tidur di kasur yang seempuk ini. Dulu dia pernah menginap sekali di rumah temannya yang merupakan anak seorang tuan tanah di desa mereka. Kasurnya empuk, apalagi bagi Taeyeon yang waktu itu kasurnya hanyalah sebuah kasur busa tipis yang bisa dilipat. Tapi, dibandingkan kasur di rumah temannya itu, kasur di kamarnya yang baru ini berkali-kali lipat lebih empuk dan nyaman.
Di tangan Taeyeon ada remote TV. Dia dari tadi hanya menukar-nukar channel TV. TV itu terletak bertentangan dengan kasur. Sebenarnya di depan TV itu ada sebuah sofa bersandaran tinggi. Tapi Taeyeon ingin menonton TV sambil tidur-tiduran.
Tiba-tiba pintu kamarnya dibuka. Taeyeon cepat-cepat duduk, merasa tidak enak menonton TV sambil tiduran dengan santainya, meskipun dia sadar bahwa itu adalah haknya di kamarnya sendiri.
Yuri melangkah masuk diikuti pelayannya tadi.
“Ini gaun yang akan Kau pakai besok,” kata Yuri langsung.
Pelayannya menunjukkan sebuah gaun berwarna merah muda yang sangat indah. Gaun itu banyak pitanya dan sangat feminim. Jauh lebih indah daripada gaun Hyuna yang terindah sekalipun.
“Oh, iya. Terima kasih,” jawab Taeyeon gugup. Dia berdiri.
Tiba-tiba Yuri tersenyum.
“Kau tidak perlu bersikap formal begitu. Biasa saja. Kita kan saudara,” katanya dengan suara yang jauh lebih ramah daripada tadi.
“Sekarang kita makan malam, ya! Cuma kita berdua karena yang lain sedang berada di luar. Semuanya ada acara keluarga. Dan kita keluarga, kan?” kata Yuri sambil menggandeng tangan Taeyeon keluar.
Dengan lega, sangat lega, Taeyeon berjalan di sebelah Yuri.

bersambung...