Kamis, 13 Mei 2010

The Royal Family Part 2

Yuri termangu di depan nisan kedua orang tuanya. Sudah lebih tiga jam dia duduk diam di sini. Hanya diam, meskipun di otaknya berpusar banyak sekali pertanyaan.
Kemarin adalah hari ulang tahunnya yang ke-18. Seharusnya itu menjadi hari yang sangat menyenangkan. Hari itu akan menjadi hari peresmiannya sebagai Putri Mahkota Kerajaan. Ayahnya meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat bersama ibunya tiga belas tahun lalu, saat dia berumur lima tahun. Karena itu, setelah kakeknya yang menjadi raja sekarang mangkat, dialah yang akan langsung naik tahta.
Tapi semuanya berubah saat sebuah surat peninggalan ayahnya, yang memang diminta untuk dibacakan pada ulang tahun Yuri yang ke-18, dibacakan tadi malam. Selama ini surat itu tersimpan di dalam lemari di ruang kerja Raja Lee Minyoung, kakeknya. Dan selama ini Yuri mengira isinya cuma ucapan selamat bahwa dia diangkat menjadi Putri Mahkota. Atau berisi petuah-petuah dan nasihat-nasihat agar bisa menjadi ratu yang baik. Tapi ternyata dugaannya salah. Salah besar.
Sepupu tertuanya, Leeteuk terdiam lama saat mencapai bagian tengah surat itu. Orang-orang memintanya segera melanjutkan bacaan suratnya. Dan setelah memandang mata Yuri lama, Leeteuk melanjutkan dengan suara bergetar.
“.... Yuri-ah, sebenarnya Kau memiliki seorang saudara. Saudara tiri. Dia tinggal di Incheon. Ayah menikah dengan ibunya dua tahun sebelum Kau lahir. Ayah merasa sangat bersalah pada Kalian semua karena telah menyembunyikannya selama ini. Padamu. Pada ibumu. Pada seluruh keluarga besar kita. Dan pada seluruh Korea.
Tapi ayah ingin Taeyeon-ah, saudaramu itu, tinggal si istana bersamamu. Kalian akan menjadi sepasang saudara yang hebat. Dia hanya lebih tua sembilan bulan daripadamu. Karena itu, ayah minta, tolong jemput dia ke Incheon. Dia tinggal di desa Parknam. Ibunya bernama Park Heejing. Dan tolong sampaikan permintaan maaf ayah karena tidak pernah menjenguknya setelah dia lahir.
Ayah sangat berharap Kalian berdua bisa hidup rukun dan bahagia. Kalian adalah masa depan Korea. Lakukan yang terbaik untuk kerajaan ini.
Ayah selalu mencintaimu, dan Taeyeon-ah (tolong sampaikan padanya).”
Seluruh tamu undangan malam itu terdiam mendengar isi surat itu. Awal surat itu biasa saja. Seperti surat wasiat lain yang dibuat jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada pembuatnya. Berisi kenangan ayah Yuri saat Yuri masih bayi. Tapi lanjutannya, sungguh, tidak seorang pun mengira akan begitu.
Tapi tentu saja tidak ada yang seterkejut Yuri. Lebih dari fakta bahwa sekarang dia bukanlah satu-satunya Putri Mahkota, dia sangat terkejut saat tahu ayahnya punya istri dan anak lain. Dia merasa dikhianati. Kenapa? Sepertinya hubungan ayah dan ibunya baik-baik saja. Tapi, apa dia memang tidak menyadarinya? Mungkin karena Yuri saat itu masih terlalu kecil untuk menyadari bahwa ada yang salah dengan hubungan ayah dan ibunya sehingga ayahnya menikah dengan wanita lain.
Yuri ingin marah pada ayahnya. Tapi dia tidak bisa. Isi surat itu menunjukkan bahwa ayahnya merasa sangat bersalah. Bukan hanya pada Yuri dan ibunya. Tapi juga pada Taeyeon dan ibunya. Dan ayahnya mengatakan bahwa dia tidak pernah mengunjungi Taeyeon sejak dia lahir? Paling tidak Yuri menghabiskan saat-saat indah bersama ayahnya sejak lahir hingga ayahnya meninggal. Tapi Taeyeon itu? Mungkin dia tidak tahu bahwa dia adalah anak seorang Putra Mahkota kerajaan. Kalau dia tahu, pasti sudah dari dulu dia datang ke istana.
Pesta ulang tahunnya tadi malam langsung dihentikan. Para undangan dengan sopan dipersilakan pulang. Raja dengan ketiga anaknya yang lain langsung mengadakan rapat. Dan Yuri langsung kembali ke kamarnya dalam keadaan terguncang, didampingi dua sepupunya, Sooyoung dan Victoria.
Yuri tidak menangis. Dia merasa tidak perlu menangisi hal ini. Malah Victoria yang terisak-isak di kasurnya.
Yuri tersadar dari lamunannya saat mendengar langkah kaki di belakangnya. Dia menoleh. Leeteuk dan Hankyung berjalan ke arahnya.
“Yuri-ah, ayo pulang. Kau belum makan dari pagi, kan?” kata Hankyung sambil memeluk lengannya.
Yuri menurut saja saat Hankyung menggandengnya ke mobil. Mereka kembali ke Istana Induk.
*****
Taeyeon duduk di kursi pesawat dengan wajah pias. Dia baru pertama kali naik pesawat. Tapi, setahunya di pesawat tidak ada ruang santai. Tapi jelas sekali ruang santai tempatnya duduk sekarang berada dalam pesawat. Tadi dia yakin naik tangga pesawat. Dan dia juga mendengar deru pesawat. Dan dari jendela kecil di sebelahnya dia juga bisa melihat awan.
“Yang Mulia, ada yang Anda butuhkan?” seorang pelayan wanita yang cantik muncul. Ini sudah yang ketiga kalinya dia menanyakan hal itu sejak Taeyeon naik ke pesawat sekitar setengah jam yang lalu.
“Tidak, terima kasih.”
Yang Taeyeon butuhkan sekarang adalah penjelasan sejelas-jelasnya yang bisa menghilangkan semua kebingungannya. Tadi, setelah dua laki-laki berjas hitam itu berhasil meyakinkannya bahwa dia memang benar-benar seorang cucu raja, Taeyeon cuma sempat mengumpulkan beberapa barang-barang pentingnya─ foto ibunya, jaket yang dibelinya dari uang hasil tabungannya bertahun-tahun, ransel yang biasa dipakainya ke sekolah, dan jam tangan peninggalan ibunya. Setelah itu dia langsung dibawa dengan mobil ke bandara.
Saat dia pergi, Bibi Nayoung, Paman Dongyup dan Hyuna memandangnya dari depan pintu rumah mereka dengan tatapan nelangsa. Taeyeon tahu, mereka sedih karena harus kehilangan orang yang bisa disuruh-suruh melakukan semua pekerjaan rumah. Dan Hyuna juga mungkin sangat iri padanya karena akhirnya dia bisa ke Seoul, bahkan ke istana raja.
Sekarang Taeyeon duduk di sebuah sofa berlengan besar yang empuk dengan sandaran kaki di ujungnya. Di depannya ada TV yang menayangkan sebuah film barat. Lantai di bawahnya dilapisi karpet tebal. Di sebelah kirinya ada sebuah meja rendah. Di atas meja itu ada tiga toples berisi kue yang terlihat sangat lezat dan segelas jus yang sepertinya jus jeruk. Tapi Taeyeon sedang tidak ingin makan ataupun minum. Perutnya terasa mual dan kepalanya agak pusing.
Dia menoleh ke sekelilingnya. Di belakang dan depannya ada semacam pintu. Hanya dia sendiri yang berada di ruangan ini. Pria-pria berjas hitam tadi sudah tidak ada lagi. Cuma pelayan wanita cantik tadi yang beberapa kali masuk dari belakang untuk menanyakan pertanyaan yang sama. Tapi sekarang dia juga tidak terlihat.
*****
Setelah turun dari pesawat tadi, Taeyeon segera masuk mobil sedan hitam lagi. Dan sekitar dua puluh menit kemudian mobil itu berbelok masuk ke pekarangan yang sangat luas dan indah. Istana! Taeyeon membuka jendela mobil agar bisa memandang istana yang sangat indah itu dengan lebih jelas.
Mereka melalui berlapis-lapis pengawal dan petugas keamanan hingga akhirnya sampai di depan teras besar. Mobil itu berhenti di sana. Laki-laki yang tadi menjemput Taeyeon di rumah Bibi Nayoung turun dari tempat duduk di sebelah supir dan membukakan pintu belakang.
“Silakan, Yang Mulia,” katanya sambil membungkuk.
Taeyeon ragu-ragu turun dari mobil. Tiba-tiba pintu besar di ujung teras itu terbuka. Seorang laki-laki separuh baya keluar diikuti dua orang wanita berpakaian seperti pelayan perempuan cantik di pesawat tadi. Siapa dia? Apakah itu raja? Taeyeon belum pernah melihat raja karena setiap dia akan menonton TV, Bibi Nayoung pasti menyuruhnya melakukan sesuatu.
Laki-laki itu menyongsong Taeyeon sambil tersenyum.
“Selamat datang di istana, Yang Mulia,” katanya membungkuk, diikuti kedua pelayan di belakangnya.
“Saya adalah Jung Hangeul, Kepala Pelayan Istana. Saya akan mengantarkan Anda ke dalam,” katanya penuh hormat. “Silakan Yang Mulia.”
Taeyeon berjalan mengikuti laki-laki itu. Kedua pelayan perempuan itu mengikuti di belakangnya. Kaki Taeyeon terasa bukan seperti kaki. Dia merasa ingin sekaligus tidak ingin masuk ke dalam istana.
Saat sampai di dalam, Taeyeon tidak menemukan mahligai Raja seperti yang pernah dilihatnya dalam buku pelajarannya. Pintu itu menuju sebuah ruangan sangat besar dengan dua tangga melingkar di sisi yang berhadapan dengan pintu. Di dindingnya ada banyak lukisan. Sebagian lukisan berciri Korea dan sebagian lagi Eropa. Ada foto besar seorang laki-laki dan perempuan yang sudah agak tua di antara kedua tangga melingkar. Raja Lee Minyoung dan Ratu Kim Soojung, Taeyeon membaca tulisan di bawahnya. Sambil terus berjalan, Taeyeon memandang wajah raja, kakeknya, baik-baik. Sepertinya beliau adalah orang yang keras dan galak.
Pelayan itu berbelok ke kiri, ke sebuah koridor terang. Di kanan kiri itu ada lebih banyak foto. Ada foto raja, ratu dan sepertinya anak-anak, menantu-menantu dan cucu-cucu mereka. Ada foto dua gadis kecil yang mungkin berusia lima tahun memakai gaun kembar. Wajah keduanya sangat mirip. Ada foto raja yang terlihat lebih muda beberapa tahun dengan seorang anak laki-laki di depan Gedung Putih.
“Silakan masuk Yang Mulia!” pelayan bernama Jung Hangeul itu mempersilakan Taeyeon masuk ke sebuah ruangan. Seorang pengawal menahan salah satu dari pintu ganda berat menuju ruangan itu. Tiba-tiba kaki Taeyeon terasa berat. Apa yang menunggunya di balik pintu itu?
Dia melangkahkan kakinya dan akhirnya dia melihat bagian dalam ruangan itu. Ruangan itu luas dan sangat terang karena salah satu sisinya merupakan kaca besar yang menunjukkan sebuah taman dengan air mancur indah.
Seorang wanita duduk di sofa. Di belakangnya berdiri dua orang pelayan wanita.
“Permisi,” kata Taeyeon. Dia mendengar suaranya tidak seperti biasanya.
Wanita itu tersenyum dan berdiri.
“Taeyeon-ah! Selamat datang!”
Taeyeon cuma mengangguk. Dia sama sekali tidak tahu siapa wanita ini.
“Aku Lee Hyori, adik bungsu ayahmu,” katanya. “Senang bertemu denganmu.”
Senyum wanita itu ramah. Tapi dia bersikap sangat formal sehingga Taeyeon merasa berada pada tempat yang salah. Dengan gugup dia duduk di sofa yang berhadapan dengan wanita itu. Mereka dipisahkan sebuah meja kaca bulat.
“Bagaimana perjalananmu?” tanya wanita itu.
“Eh, baik,” Taeyeon merasa jawabannya terdengar bodoh. Tiba-tiba dia ingin bersikap seperti seorang putri raja meskipun masih sangat sulit untuk percaya bahwa dia adalah seorang putri raja.
*****
“Yang Mulia, Putri Taeyeon sudah datang,” Yuri mendengar Kyuhyun, pelayan pribadinya, berkata dari belakangnya. Yuri sedang duduk di depan pintu ruang tengah Istana Apsajang yang membuka ke taman.
Yuri menoleh. Aneh sekali mendengar orang lain dipanggi “Putri”. Selama ini dia hanya mendengar “Putri Yuri”, “Putri Sooyoung”, “Putri Victoria” dan “Putri Amber”.
“Di mana dia?” tanya Yuri. Dia menyadari suaranya agak aneh.
“Putri Taeyeon baru masuk dari pintu depan. Yang Mulia Lee Hyori-sshi meminta Anda ke Istana Induk sekarang.”
Yuri bangkit dan merapikan rambutnya.
“Sooyoung-ah mana? Dia ikut menemuinya?”
“Putri Sooyoung sedang berada di rumah keluarga Choi. Beliau akan kembali ke istana dua hari lagi,” kata Kyuhyun sambil membungkuk.
Yuri mendecak sebal. Kenapa Sooyoung harus pergi saat dia membutuhkannya?
Diikuti Kyuhyun, Yuri berjalan keluar dari Istana Apsajang tempat dia tinggal. Jarak dari Istana Apsajang ke Istana Induk sebenarnya dekat. Tapi ada taman besar dengan jalan berbelit-belit yang membatasi keduanya sehingga para keluarga kerajaan yang ingin pergi dari Istana Apsajang ke Istana Induk atau sebaliknya biasanya menggunakan lift bawah tanah yang menghabiskan waktu lima kali lipat kalau melewati taman. Sejauh ini, setahu Yuri, baru Sooyoung saja anggota keluarga kerajaan yang pernah menyeberangi taman itu saat pergi ke Istana Induk dari Istana Apsajang.
Pintu lift membuka dan Yuri keluar di sebuah koridor di sisi barat Istana Induk. Dia langsung melangkah ke ruang tamu kerajaan di sebelah kanan koridor.
“Maaf Yang Mulia, Putri Taeyeon akan diterima di ruang keluarga kerajaan,” kata Kyuhyun.
Yuri langsung berbalik ke bagian belakang istana. Ruang keluarga? Ah ya, dia baru ingat. Taeyeon kan anggota keluarga.
Tiba-tiba Yuri memikirkan bagaimana Taeyeon itu. Apakah dia cantik? Apakah dia tinggi? Yuri dan semua sepupunya tinggi kecuali Leeteuk. Apakah dia suka pelajaran matematika? Dari dulu Yuri tidak pernah suka pelajaran berhitung. Dan dia hampir selalu mencontek jawaban Sooyoung setiap ujian.
Isi surat ayahnya mengatakan bahwa Taeyeon lebih tua sembilan bulan daripada Yuri. Berarti dia lebih muda tepat setahun daripada Victoria dan lebih tua tepat setahun daripada Sooyoung. Yuri jadi sibuk mengira-ngira bagaimana Taeyeon itu. Dia takut kalau Taeyeon tiba-tiba menuntutnya atas semua haknya yang hilang selama ini. Ah, kenapa tiba-tiba kehidupannya menjadi seperti cerita drama yang sering ditonton Victoria itu?
Di depan pintu ruang keluarga berdiri Hangeul-ahjussi. Dia membungkuk saat Yuri masuk ke dalam. Yuri menangkap ekspresi prihatin dan simpati pada wajahnya. Apakah semua orang begitu? Apakah semua orang berpikir Yuri terpukul dengan kenyataan ini? Oke, dia memang sedih dan agak terpukul. Tapi dia tidak lemah.
Yuri masuk dan melihat Bibi Hyorinya sedang mengobrol dengan seorang gadis. Gadis itu duduk membelakangi pintu masuk sehingga Yuri tidak bisa melihat wajahnya. Tapi dia bisa melihat bahwa tubuh gadis itu kecil. Sangat kecil malah kalau dibandingkan dengan tubuhnya, Sooyoung, Victoria dan Amber yang tinggi.
“Ah, Yuri-ah! Ayo ke sini. Taeyeon-ah sudah datang!” kata Bibi Hyori tersenyum.
Yuri berjalan ke sofa tempat Bibi Hyori duduk. Dan gadis itu, Taeyeon, menoleh padanya. Untuk pertama kalinya Yuri memandang wajah saudara seayahnya. Taeyeon tersenyum gugup padanya.
“Selamat siang! Aku Yuri,” kata Yuri membungkuk.
Taeyeon terlihat agak terkejut dan Yuri benci sikap kaku dirinya pada orang yang baru pertama kali ditemuinya. Taeyeon berdiri dan ikut membungkuk.
“Aku Taeyeon.”
Yuri mengangkat wajahnya dan melihat Bibi Hyori memandang mereka berdua sambil tersenyum geli.
“Kalian bersikap seolah-olah Kalian bukan saudara saja,” katanya.
Yuri dan Taeyeon sama-sama tidak menjawab. Yuri masih menyesali sifatnya yang sangat kaku pada orang asing atau orang yang bari ditemuinya. Dia selalu mengandalkan Sooyoung pada setiap pertemuan dengan orang asing. Sooyoung bisa akrab bahkan dengan orang yang baru dikenalnya semenit. Tapi kali ini Sooyoung sedang berada di rumah kakeknya dari pihak ayahnya.
“Baiklah, Kalian berdua, aku harus pergi. Kalian mengobrol-ngobrol dulu saja ya! Yuri-ah, Kau juga antarkan Taeyeon-ah ke kamarnya,” kata Bibi Hyori sambil berdiri dari sofanya.
“Bibi mau kemana?” tanya Yuri panik. Dia jelas akan kehilangan bahan pembicaraan kalau ditinggalkan berdua saja dengan Taeyeon.
“Kemarin Tiffany datang dari Los Angeles. Dan malam ini keluarga Choi akan merayakan kelulusan Hankyung-ah dan Siwon-ah,” kata Bibi Hyori sambil tersenyum.
“Aku juga ingin merayakan kelulusan Hankyung-oppa,” kata Yuri protes. Dua minggu yang lalu dia dan Victoria sudah membelikan sebuah jaket kulit keren sebagai hadiah kelulusan Hankyung.
“Sepupu di sini bisa merayakannya besok-besok. Malam ini hanya untuk keluarga Choi,” kata Bibi Hyori sambil tersenyum.
Dia tersenyum saat melewati Yuri dan Taeyeon yang masih berdiri berhadapan, lalu menghilang di balik pintu diikuti kedua pelayannya.
Yuri tiba-tiba merasa semakin kaku. Kalian mengobrol-ngobrol dulu saja, kata Bibi Hyori. Mengobrol apa? Yuri sama sekali tidak punya bahan pembicaraan. Dan kalaupun ada, dia merasa sangat tidak nyaman berada bersama orang yang tiba-tiba muncul ke dalam kehidupannya sebagai saudara tirinya.
Taeyeon juga terlihat agak gugup. Dia terus menunduk. Yuri menggunakan kesempatan ini untuk memandangnya lakat-lekat. Taeyeon termasuk rendah untuk ukuran gadis seusianya. Rambutnya panjang seperti Yuri, tapi lurus seperti Sooyoung. Kulitnya lebih putih seperti Victoria. Dan matanya lebih sipit seperti Amber.
Tidak seperti yang Yuri takutkan, Taeyeon sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda perlawanan. Dia tampak agak malu-malu dan sangat canggung. Yuri tahu, terbiasa hidup di desa kecil sejak lahir, dan tiba-tiba sekarang berada di tempat paling prestisius di Korea, pasti membuatnya bingung.
“Mmm, kita langsung ke kamarmu saja, ya,” akhirnya Yuri berkata.
*****
“Mmm, kita langsung ke kamarmu saja, ya,” kata Yuri.
Suaranya terdengar agak canggung. Taeyeon agak heran seorang putri mahkota, yang sudah tinggal di istana dari lahir, penuh dengan kemewahan dan kekuasaan, bisa canggung saat bertemu dengan orang desa sepertinya.
Yuri keluar. Taeyeon mengikutinya sambil menggendong ranselnya.
“Bisa saya bantu, Yang Mulia?” kata seorang laki-laki yang dari tadi berdiri di belakang Yuri, mengulurkan tangannya untuk membawakan tas Taeyeon.
“Mmm,” Taeyeon bingung.
“Berikan saja padanya,” kata Yuri sambil lalu.
Taeyeon menyerahkan ranselnya pada laki-laki itu dan berjalan mengikuti Yuri. Mereka keluar dari koridor terang tadi dan muncul di sebuah ruangan kecil. Ada pintu metal ganda yang dijaga seorang pengawal, yang langsung membungkuk hormat saat melihat mereka, di ujungnya. Pengawal itu menekan sebuah tombol di sebelah pintu itu dan pintu itu terbuka. Yuri masuk dan Taeyeon dan laki-laki tadi mengikutinya.
Pintu itu kembali menutup dan Taeyeon sangat terkejut ketika tiba-tiba lantai yang diinjaknya turun. Dia langsung memegang tangan Yuri, yang juga terkejut dengan reaksi Taeyeon.
“Kau kenapa?”
Mata Taeyeon melotot dan dia baru sadar bahwa ruangan kecil ini adalah apa yang disebut lift. Hyuna pernah bercerita bahwa dia pernah menaikinya di salah satu mall di kota.
“Tidak apa-apa,” kata Taeyeon dan dia tahu bahwa mukanya memerah.
Lift itu turun sekitar lima belas detik, lalu berjalan mendatar. Taeyeon baru tahu bahwa ada lift yang berjalan mendatar. Setelah beberapa puluh detik lagi, lift itu mulai naik. Lalu pintu lift terbuka dan mereka keluar di sebuah ruangan yang lebih terlihat seperti rumah daripada yang tadi. Di ruangan itu ada beberapa sofa berlengan yang empuk, TV flat 39” dan sebuah lemari besar berisi benda-benda pajangan yang sepertinya terbuat dari kristal.
Yuri berbelok ke kiri dan mereka masuk ke ruangan yang lebih kecil. Di ruangan itu ada seorang cowok yang sedang membaca buku di sebuah meja tegak. Dan di tiga sisi dindingnya ada lemari tinggi yang mencapai langit-langit, penuh berisi buku.
Cowok itu menoleh saat mereka lewat.
“Amber-ah,” sapa Yuri datar.
Cowok itu mengangguk tanpa ekspresi.
“Selamat siang Putri Amber!” kata laki-laki yang dari tadi mengikuti Yuri dan Taeyeon.
Sebelum dia sadar, Taeyeon sudah menoleh kembali ke belakang, ke arah cowok itu. Putri? Taeyeon melihat wajah cowok itu, dan dandanannya. Tidak ada tanda-tanda bahwa dia perempuan. Dan namanya juga aneh. Amber? Dia belum pernah mendengar nama orang seperti itu.
Tapi Taeyeon segera sadar bahwa dia telah bersikap tidak sopan, jadi dia kembali menghadap ke depan dan ikut belok ke kanan mengikuti Yuri. Mereka kembali sampai di koridor lain. Koridor ini panjang dan sejauh yang Taeyeon lihat, ada banyak beberapa pintu di kiri kanannya.
Yuri berhenti di depan sebuah pintu dan laki-laki yang dari tadi mengikuti mereka maju dan membukakannya.
Yuri masuk. Dengan ragu-ragu Taeyeon juga masuk.
“Ini kamarmu,” kata Yuri datar.
Taeyeon tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya melihat kamar barunya. Ini sangat luar biasa! Kamar ini bahkan lebih besar daripada rumah Bibi Nayoung. Dan tempat tidurnya bukanlah kasur lipat tipis seperti yang Taeyeon tiduri selama ini. Kasurnya tebal, empuk dan terletak di atas sebuah dipan kayu besar yang diukir sangat indah. Alas kasurnya berwarna krem lembut dengan renda-renda halus di ujung-ujungnya. Ada empat bantal dan dua guling, semuanya memakai sarung yang sama seperti alas kasur.
Di sebelah kanan tempat tidur ada sebuah meja rendah. Di atasnya ada lampu tidur dengan tutup berwarna krem, sewarna dengan alas kasur. Ada lemari besar yang menempel ke dinding. Lemari ini sangat panjang hingga menutupi seluruh sisi dinding bagian kiri. Dan juga ada sebuah kulkas kecil. Bahkan juga ada satu set sofa empuk berwarna merah marun. Juga ada TV flat 30’, DVD Player dan satu set lengkap peralatan karaoke.
“I-ini kamarku? Kamarku se-sendiri?” tanya Taeyeon terbata-bata.
Yuri mengangguk. Tampak agak heran dengan reaksi Taeyeon.
“Terima kasih.”
******
Sooyoung sedang merayakan kelulusan kakak dan sepupunya di rumah kakeknya dari pihak ayahnya. Keluarga ibunya adalah keluarga kerajaan. Sedangkan ayahnya berasal dari salah satu keluarga bangsawan kaya. Sebenarnya taraf hidup keluarga ayah dan ibunya hampir sama, tapi Sooyoung merasakan perbedaan yang besar saat bersama-sama dengan sepupunya dari pihak ayah dan sepupunya dari pihak ibu.
Sepupu-sepupunya dari pihak ibu adalah orang-orang yang mempunyai selera sangat tinggi dan gaya hidup sangat jetset. Mereka bisa keluar negeri beberapa kali sebulan, kadang hanya untuk membeli sebuah tas yang mereka lihat di internet. Masing-masing sepupunya itu sejak kecil sudah memiliki pelayan pribadi. Mereka terbiasa dipanggil “Putri”, “Pangeran” atau “Yang Mulia”, selalu dituruti keinginan mereka, dihormati bahkan cenderung dipuja dan agak ditakuti. Kemana-mana mereka selalu diantar supir dengan mobil mewah. Kalau keluar negeri, mereka tinggal menelepon pilot dan memilih salah pesawat jet pribadi kakek mereka. Sejak kecil, mereka sudah diajari cara menghindari paparazzi dan bagaimana menjawab pertanyaan wartawan dengan bijak.
Victoria, salah satu sepupunya, minimal satu kali ke Paris atau Milan dalam sebulan, hanya untuk mengunjungi butik Dior, Channelle, Dona Karan atau Mademoiselle. Taekyon, sepupunya yang sedang kuliah di New York University dibelikan sebuah jet pribadi oleh kakek mereka begitu dia lulus di sana sehingga New York-Seoul baginya hanya seperti Apjugong-Ilsan. Dan Yuri si Putri Mahkota, yang ─tidak seperti yang lain─ tidak bebas keluar negeri sekehendak hatinya, selalu mempunyai penggemar yang banyak, yang memuja-mujanya.
Sepupu-sepupu dari pihak ayahnya adalah kebalikannya. Sejauh yang Sooyoung ingat, Stephanie dan Jaejoong, sepupunya yang kakak-beradik, dulu sangat suka belanja di kaki lima di sepanjang jalan di dekat sekolah mereka. Shindong dan Tiffany, yang juga kakak beradik, pernah tinggal di Amerika. Dan di sana Shindong pernah menjadi loper koran untuk menambah uang sakunya agar bisa membeli game. Tidak seorang pun sepupunya dari pihak ayah yang mempunyai pelayan pribadi. Dan tidak seorang pun dari mereka yang dikejar-kejar paparazzi.
Dan mereka adalah orang yang sangat rendah hati meskipun bisa melakukan apa yang dilakukan sepupu-sepupunya dari pihak ibu. Sepupunya dari pihak ayah yang sering keluar negeri hanya Jaejoong dan Sunny. Dan Jaejoong keluar negeri untuk mengurus bisnis keluarga . Sedangkan Sunny, juga ke Prancis dan Milan, tapi hanya sekali sebulan, dan dengan penerbangan komersial.
Tapi, bagaimanapun, Sooyoung sangat menyayangi semua sepupunya. Sama seperti mereka menyayanginya. Meskipun sepupu-sepupunya dari pihak ayah suka meledek dan saling menjaili, meskipun sepupu dari pihak ibunya agak terkesan angkuh dan eksklusif, Sooyoung selalu merasa senang saat bersama mereka. Tidak peduli saat berada di istana atau di rumah besar kakeknya dari pihak ayah, dia selalu merasa berada di rumah sendiri dan merasa senang.
“Sooyoung-ah, sini! Kita foto-foto!” panggil Shindong.
Sambil tersenyum Sooyoung berjalan ke tempat para sepupunya yang sedang berkumpul di depan fotografer. Salah satu kelebihan berada di antara sepupunya dari pihak ayah adalah: dia punya kesempatan untuk bercanda dan tertawa bersama. Di istana, dia hanya biasa bercanda dengan Leeteuk. itupun sebelum Leeteuk menikah dan pindah ke apartemennya sendiri.
*****
Yuri baru saja menunjukkan kamar mandi, dan─ setelah Taeyeon dengan malu-malu meminta dijelaskan cara menyalakan shower atau mengisi bath tub dengan keran busa─ menjelaskan semua fungsi benda di dalamnya.
Sekarang Yuri berdiri di dekat jendela lebar yang menghadap ke taman bunga samping, kehabisan bahan pembicaraan. Taeyeon berdiri di dekat tempat tidur sambil mengelus-elus alas kasurnya. Meskipun menurut Yuri itu agak terlalu norak, dia merasa agak terharu melihat Taeyeon sangat mengagumi kamarnya. Padahal kamar ini termasuk yang tidak terlalu bagus jika dibandingkan dengan kamar Yuri, Sooyoung, Victoria dan yang lainnya.
“Mmm, besok aku harus menghadiri sebuah acara peragaan busana untuk amal. Kau ikut ya?” katanya akhirnya.
Taeyeon mengangkat wajahnya dan memandang Yuri agak bingung.
“Nanti malam aku akan membawakan gaun yang akan Kau pakai. Siap-siap saja besok pagi sebelum jam 7.”
“Aku permisi dulu. Kalau Kau memerlukan sesuatu, Kau tinggal keluar kamar dan berjalan ke ujung koridor. Di setiap ujung koridor ada pengawal. Kau minta kepada mereka saja atau suruh mereka memanggil pelayan.”
Taeyeon mengangguk lagi. Lalu Yuri dan Kyuhyun keluar kamar.
*****
Malam itu Taeyeon sedang berbaring menelungkup di atas kasur empuknya. Seumur hidupnya dia baru sekali ini tidur di kasur yang seempuk ini. Dulu dia pernah menginap sekali di rumah temannya yang merupakan anak seorang tuan tanah di desa mereka. Kasurnya empuk, apalagi bagi Taeyeon yang waktu itu kasurnya hanyalah sebuah kasur busa tipis yang bisa dilipat. Tapi, dibandingkan kasur di rumah temannya itu, kasur di kamarnya yang baru ini berkali-kali lipat lebih empuk dan nyaman.
Di tangan Taeyeon ada remote TV. Dia dari tadi hanya menukar-nukar channel TV. TV itu terletak bertentangan dengan kasur. Sebenarnya di depan TV itu ada sebuah sofa bersandaran tinggi. Tapi Taeyeon ingin menonton TV sambil tidur-tiduran.
Tiba-tiba pintu kamarnya dibuka. Taeyeon cepat-cepat duduk, merasa tidak enak menonton TV sambil tiduran dengan santainya, meskipun dia sadar bahwa itu adalah haknya di kamarnya sendiri.
Yuri melangkah masuk diikuti pelayannya tadi.
“Ini gaun yang akan Kau pakai besok,” kata Yuri langsung.
Pelayannya menunjukkan sebuah gaun berwarna merah muda yang sangat indah. Gaun itu banyak pitanya dan sangat feminim. Jauh lebih indah daripada gaun Hyuna yang terindah sekalipun.
“Oh, iya. Terima kasih,” jawab Taeyeon gugup. Dia berdiri.
Tiba-tiba Yuri tersenyum.
“Kau tidak perlu bersikap formal begitu. Biasa saja. Kita kan saudara,” katanya dengan suara yang jauh lebih ramah daripada tadi.
“Sekarang kita makan malam, ya! Cuma kita berdua karena yang lain sedang berada di luar. Semuanya ada acara keluarga. Dan kita keluarga, kan?” kata Yuri sambil menggandeng tangan Taeyeon keluar.
Dengan lega, sangat lega, Taeyeon berjalan di sebelah Yuri.

bersambung...

2 komentar:

  1. hi.. sone dari malaysia ni.. mana part 3?? :))

    BalasHapus
  2. duh gk sbarr part 3 n endingnya nih..
    ayo dunz lanjutin..
    :)

    BalasHapus