Kamis, 06 Mei 2010

The Royal Family Part 1

“Taeyeon-ah, cepat ambilkan air di sumur! Hyuna-yah mau mandi!”

Taeyeon yang belum sampai lima menit tertidur terbangun seketika saat bibinya menggedor pintu kamarnya─kalau itu bisa disebut kamar.

Taeyeon mengangkat bantalnya─satu-satunya bantalnya─dan menutupkannya ke telinganya. Berusaha tidur lagi.

“Taeyeon-ah! Kau mendengarku? Cepat ambil air di sumur!” gedoran makin keras.

Dengan kesal Taeyeon duduk, lalu langsung berdiri. Kepalanya hampir membentur langit-langit kamarnya─sekali lagi, kalau itu bisa disebut kamar─ kalau dia tidak buru-buru menunduk. Tiga bulan lagi dia genap 19 tahun dan sudah semakin tinggi, walaupun sebenarnya tingginya di bawah rata-rata gadis seumurnya. Tapi jelas loteng sempit berlangit-langit rendah ini tidak bisa lagi dijadikan kamarnya.

“Taeyeon-ah! Kalau Kau tidak keluar sekarang aku tidak akan memberimu makan selama satu minggu. Cepatlah! Hyuna-yah harus segera pergi dengan teman-temannya ke pasar malam. Ambilkan air untuk mandinya!”

“Kenapa dia tidak mengambil sendiri saja?” Taeyeon balas berteriak.

“Kau melawanku, hah? Harusnya Kau berterima kasih sudah aku biarkan tinggal di rumahku dan kuberi makan. Kau jangan kurang ajar begitu. Salahkan ibumu kalau Kau tidak puas! Kalau aku tahu siapa ayahmu aku akan....”

Omelan Bibi Nayoung terhenti saat Taeyeon membuka pintu tingkap kamarnya.

“Cepat ke sumur! Jangan membantah! Setelah itu masak makanan untuk makan malam!” Bibi Nayoung lalu berbalik dan menuruni tangga sempit menuju dapur.

Taeyeon menghela nafas panjang, lalu dengan sebal turun ke dapur untuk mengambil ember. Sumur tempat mereka mengambil air berjarak sekitar 500 m dari rumah Bibi Nayoung. Dan selalu, yang mendapat tugas mengambil air adalah Taeyeon. Padahal tadi pagi dia sudah memenuhkan bak mandi setelah bolak-balik tiga kali dengan sepeda butut pamannya. Pasti Hyuna sudah menghabiskan air itu untuk menyiram taman bunganya.

“Setelah selesai cepat kembali. Masak untuk makan malam!” kata Bibi Nayoung ketus saat Taeyeon melewatinya yang sedang menonton TV 14 inch dari meja makan.

Taeyeon menggantungkan dua ember di bagian belakang sepeda butut itu. Lalu mulai mengayuh sepedanya.

Sejak dia tingal di rumah bibi Nayoung, dia tidak pernah punya cukup waktu untuk tidur siang. Bibinya, pamannya, dan anak tunggal mereka, Hyuna, selalu punya sederet tugas untuk Taeyeon kerjakan. Dan kalau Taeyeon menolak, mereka selalu mengungkit-ungkit bahwa Taeyeon adalah anak yatim piatu yang mereka besarkan, bahwa ibu Taeyeon hanya bisa memberatkan mereka dengan adanya Taeyeon, dan bahwa ayah Taeyeon adalah orang brengsek yang meninggalkan istrinya yang sedang hamil.

Ibu Taeyeon meninggal saat dia berumur enam tahun. Sebelumnya mereka berdua tinggal di sebuah rumah kecil, di desa tetangga tempat bibinya tinggal. Ibunya bekerja sebagai penjaga sebuah rumah makan kecil. Mereka miskin, tapi bisa hidup bahagia. Bahkan tanpa seorang ayah.

Taeyeon tidak ingat dia pernah bertanya tentang ayahnya pada ibunya. Baginya yang sejak kecil tidak pernah mengenal ayah, ibunya sudah cukup dan itu sangat membahagiakannya. Karena itu, saat ibunya tiba-tiba meninggal dan dia harus tinggal di rumah bibinya yang cerewet, Taeyeon merasa sangat terpukul. Apalagi sekitar lima kali sehari bibinya akan menyumpahi ibunya yang dianggap hanya meninggalkan Taeyeon sebagai beban keluarganya, dan mengatakan bahwa ayahnya adalah orang yang tidak bertanggung jawab.

Taeyeon memenuhi kedua ember itu dengan air, lalu memasang tutupnya seerat mungkin. Hyuna selalu membutuhkan air dua kali lebih banyak daripada orang lain untuk mandi. Dan kalau air ini tidak cukup, berarti dia harus kembali ke sumur ini.

Setelah sampai di rumah, Taeyeon harus mengisikan air itu ke dalam bak mandi. Dan setelah itu dia harus memasak.

Dari pagi sampai malam dia bekerja untuk rumah tangga bibinya. Dan itu sangat melelahkan. Bukannya Taeyeon tidak pernah melawan. Pertama kali dia menolak suruhan bibinya adalah saat dia berumur delapan tahun. Saat itu dia disuruh membereskan mainan Hyuna dan teman-temannya. Taeyeon kecil berpendapat itu adalah kewajiban Hyuna dan teman-temannya karena mereka yang bermain. Dia tidak mau disuruh. Dan saat itu bibinya menamparnya di depan teman-teman Hyuna. Dan berikutnya, tidak hanya tamparan, dia juga menerima pukulan, tendangan dan jambakan setiap kali dia menolak melakukan suruhan ibunya. Tapi siksaan favorit bibinya, sekaligus yang paling dibenci Taeyeon, adalah dengan menjelek-jelekkan ibu dan ayahnya. Jadi Taeyeon terpaksa melakukan semua yang disuruh padanya.

“Memotongnya yang benar! Jangan terlalu besar. Nanti Hyuna-yah susah memakannya,” kata Bibi Nayoung saat Taeyeon memotong wortel.

Bibi Nayoung sangat memanjakan Hyuna. Hyuna sama sekali tidak pernah disuruh bekerja. Dan meskipun Hyuna hanya lebih muda setahun daripada Taeyeon, dia selalu diperlakukan seperti anak kecil yang harus selalu dimanja dan dituruti keinginannya.

“Ah, Kau sudah selesai! Jam berapa Wonbin akan menjemputmu?” suara bibi Nayoung tiba-tiba menjadi lembut.

Taeyeon melirik. Hyuna sudah selesai berdandan. Dia memakai gaun pink yang sangat bagus. Keluarga bibinya memang sangat miskin, seperti hampir semua keluarga di desa ini. Tapi Bibi Nayoung selalu berusaha memenuhi semua permintaan Hyuna.

“Oppa akan datang jam 5. Setelah itu kami akan jalan-jalan di pasar malam,” jawab Hyuna dengan gaya aegyo. Taeyeon mencibir.

“Kenapa Kau mencibir begitu?” kata Hyuna ketus pada Taeyeon. Dia tidak pernah memanggil Taeyeon “Unnie” meskipun lebih muda.

Taeyeon tidak menjawab.

“Biarkan saja dia!” kata Bibi Nayoung pada Hyuna. “Kau sangat cantik! Seperti Tuan Putri!”

Tiba-tiba Taeyeon ingat masa kecilnya. Ibunya selalu memanggilnya “ Tuan Putri Taeyeon”. Dan waktu Taeyeon bertanya kenapa dia dipanggil begitu, ibunya mengatakan bahwa pada suatu hari nanti dia akan menjadi putri. Waktu itu Taeyeon sangat senang dikatakan seperti itu. Tapi sekarang dia tahu itu hanya salah satu cara ibunya untuk menghiburnya. Tidak mungkin dia menjadi istri raja. Bukan hanya karena dia adalah gadis desa, tapi karena satu-satunya anak putra mahkota kerajaan yang meninggal tiga belas tahun yang lalu adalah perempuan. Tidak ada Putra Mahkota di Korea saat ini, yang ada hanya Putri Mahkota.

******

Tiffany keluar dari terminal kedatangan sambil mendorong trolinya yang penuh dengan koper dan kotak oleh-oleh. Perjalanan LA-Seoul sudah menguras energinya. Apalagi tadi di bandara LA dia sempat tertahan sebentar di imigrasi karena membawa tanaman di dalam pot yang dia jinjing di dalam kantong. Tanaman itu, yang diberi nama Little Turtle, adalah tanaman kesayangannya yang diberi oleh Bill, mantan pacarnya. Dia tidak mau Little Turtle diletakkan di bagasi di bawah sehingga menentengnya hingga ke dalam pesawat. Tapi di pintu imigrasi seorang petugas menghalangi jalannya dan mengatakan bahwa dia tidak boleh membawa tanaman itu masuk ke kabin penumpang. Yang lebih menyebalkan, petugas itu berbicara seolah-olah Tiffany adalah seorang imigran gelap atau sejenisnya yang tidak bisa berbahasa Inggris. Saking sebalnya, Tiffany sampai menelepon pamannya yang bekerja di federal AS untuk membelanya. Meskipun pada akhirnya dia tetap tidak diizinkan membawa Little Turtle masuk dengan alasan kesehatan udara kabin penumpang, dia puas karena berhasil membuat petugas imigrasi itu meminta maaf dengan memohon-mohon padanya.

“Fany!” dia mendengar seseorang memanggilnya dengan panggilannya di Korea. Hanya keluarga ibunya di Korea yang memanggilnya Fany. Keluarga dan teman-temannya di Los Angles memanggilnya Tiffany atau Tif.

Tiffany membalikkan badan dan melihat Shindong dan Jonghyun, kakak dan sepupunya, melambai padanya.

“Oppa! Jonghyun-ah!” kata Tiffany ceria. Dia berlari ke arah mereka, lalu memeluk mereka satu persatu.

“Kenapa Noona tambah gemuk?” kata Jonghyun sambil memperhatikan tubuh Tiffany dari atas ke bawah. “Lama-lama Noona akan sama seperti Shindong-hyung.”

“Ah, Kau jangan bilang begitu. Aku sedang dalam masa diet,” kata Tiffany manja.

Di antara keempat sepupu laki-lakinya, dia memang paling dekat dengan Jonghyun. Dengan Siwon dia hampir tidak pernah bisa akur karena Siwon adalah orang yang sangat emosional. Tidak jarang dia bertengkar dengan Siwon. Lain lagi dengan Jaejoong. Dari dulu Jaejoong adalah orang yang sangat sibuk. Saat masih kecil dia sibuk belajar dan meraih prestasi. Sekarang, setelah mulai bekerja di perusahaan keluarga mereka, Jaejoong nyaris tidak punya waktu untuk bersantai di rumah karena sibuk bekerja. Sedangkan Hankyung sangat memenuhi kualifikasi sebagai sepupu favorit kalau saja dia bukanlah cucu Raja Korea saat ini. Ibu Hankyung adalah putri bungsu Raja Lee Minyoung. Karena itu, meskipun sangat baik, humoris dan penyayang, Hankyung jarang bisa bertemu Tiffany saat Tiffany ke Seoul. Hankyung selalu sibuk dengan kegiatan istana. Karena itulah, selain pada Shindong, Tiffany cuma bisa bermanja-manja pada Jonghyun meskipun Jonghyun lebih muda setahun darinya.

“Bagaimana kabar Dad?” tanya Shindong sambil mendorong troli ke tempat parkir.

“Masih seperti dulu. Tapi sekarang sepertinya Dad serius dengan Leanne,” jawab Tiffany sambil membuka minuman kaleng yang dibawakan Jonghyun dari rumah. Jonghyun masih ingat saja minuman favoritnya.

“Leanne? Siapa itu?” tanya Shindong terlihat bingung.

“Oppa pernah bertemu dengannya tahun baru yang lalu. Tapi waktu itu Dad belum mulai pacaran dengannya. Dia bekerja di perusahaan Granpa,” jelas Tiffany.

“Bagus. Setidaknya dia bukan pelayan bar seperti Anne,” komentar Shindong.

“Anna, bukan Anne,” koreksi Tiffany. Shindong sering sekali lupa dengan pacar-pacar ayah mereka. “Yah, aku belum pernah melihatnya mabuk atau apa. Mereka biasanya kencan di restoran atau di rumah. Bagus juga untuk Dad, sekarang dia jadi rajin belajar masak.”

Mereka sampai di tempat parkir. Shindong dan Jonghyun memasukkan koper-koper dan kotak-kotak Tiffany ke bagasi.

“Kita ke kampus Sunny-ah dulu ya. Dia minta dijemput. Katanya dia rindu denganmu,” kata Shindong sambil masuk ke tempat pengemudi.

“Oh ya? Bagaimana kabar keluarga di sini?” tanya Tiffany sambil duduk di belakang.

Mobil mulai berjalan.

“Yah, tidak ada yang berubah. Kakek dan nenek masih seperti dulu, sibuk bersosialisasi, melakukan pekerjaan amal. Jaejoong-hyung sekarang sudah menjadi manajer di perusahaan pusat. Aku tidak ingat kapan terakhir kali bertemu dengannya. Dia sangat sibuk sekarang. Hankyung-hyung baru saja lulus dari Universitas Seoul. Sebenarnya Paman Sangbong ingin dia langsung mengambil gelar master ke Harvard, tapi istana melarangnya jauh-jauh dari Seoul. Siwon-ah sudah dua minggu di Jerman, ikut Dongbae-ahjussi membuka perusahaan baru di sana. Dia sekarang sudah berhenti mengeluh kuliah di bidang manajemen. Yah, dia memang sudah lulus, mau bagaimana lagi? Tapi menurutku dia ingin seperti Jaejoong-hyung”

“Wah, si Mr. Emo itu juga bisa bekerja?” tanya Tiffany takjub. Seingatnya dulu Siwon ngotot ingin menjadi pilot dan ogah-ogahan menyelesaikan kuliahnya di Boston.

“Ya, setelah dia kenal dengan Yoona-sshi,” kata Shindong sambil bertukar seringai dengan Jonghyun.

“Siapa itu Yoona?” tanya Tiffany. Dia belum pernah mendengar nama itu.

“Anak keluarga Kim. Kau ingat Heechul-sshi? Nah, Yoona-sshi itu sepupunya. Dan sekarang Siwon-ah naksir dia,” jelas Shindong sambil terus mengemudi.

“Wah, berarti dia sangat cantik. Pasti Yoona itu sangat spesial. Kalau tidak Siwon-oppa tidak akan menyukainya.”

“Yah, aku akui dia memang sangat manis. Wajahnya juga sangat cantik. Tapi yang paling disukai Siwon-ah tentangnya adalah sikapnya yang sangat aegyo.”

“Lebih aegyo dari Sunny-ah?”

Shindong tertawa, “Tidak ada yang mengalahkan aegyonya Sunny-ah. Sebenarnya Yoona-sshi tidak terlalu aegyo. Lebih tepat dikatakan sopan dan manis. Dia berbicara sangat sopan dan banyak tertawa, tidak membantah satu pun kata-kata Siwon-ah. Kau tahu kan, itu yang disuki Siwon-ah.”

Tiffany mengangguk-angguk. Hal yang paling tidak disukainya dari Siwon sekaligus hal yang paling sering membuat Siwon bermasalah dengan orang lain adalah sifat merasa benar sendiri itu. Siwon selalu merasa bahwa dirinya yang paling benar dan tidak mau kalah dengan orang lain. Dia selalu marah kalau disanggah. Mungkin itu karena jarak umurnya dengan Seohyun, adiknya, agak jauh. Siwon dulu sangat dimanja dan selalu dituruti keinginannya oleh kedua orang tuanya.

“Bagaimana dengan Sooyoung-ah? Tanya Tiffany sambil tiduran di jok tengah, dia merasa sangat lelah.

“Tidak ada yang berubah. Sooyoung-noona masih sama menyebalkannya seperti dulu,” jawab Jonghyun.

Tiffany tertawa. Dia tahu Jonghyun bercanda. Sooyoung adalah adik Hankyung. Dan karena dia adalah anak bungsu dari anak bungsu raja, dia akan menjadi Pemegang Kunci Istana. Posisi kedua tertinggi setelah Raja atau Ratu yang sedang menjabat. Sama seperti Hankyung, Sooyoung tetap rendah hati dan sederhana meskipun akan mewarisi Istana Apsajang yang sangat indah itu. Terakhir kali Tiffany ke Korea setahun yang lalu Sooyoung mengajaknya belanja ke pasar loak, meskipun akhirnya mereka tidak jadi membeli apa-apa karena entah kenapa paparazzi mengetahui keberadaan mereka dan langsung berkerumun di pasar itu untuk mengambil gambar mereka menawar vas bunga tua.

“Bagaimana hubungan Jaejoong-oppa dengan Hyoyeon-ie?”

Sebelum Tiffany kembali ke LA pada kunjungan terakhirnya ke Korea yang lalu Jaejoong baru saja menjalin hubungan dengan Hyoyeon. Agak mengagetkan mengingat selama ini sepertinya Jaejoong tidak memedulikan apa pun kecuali sekolah, kuliah atau pekerjaannya. Menurut kabar, ibu Jaejoong dan ibu Hyoyeonlah yang sengaja memperkenalkan mereka dan berusaha membuat keduanya saling menyukai.

“Entahlah. Jaejoong-hyung hampir bisa dikatakan berpacaran dengan pekerjaannya dan Hyoyeon-noona pacaran dengan Sunny-noona. Setiap Hyoyeon-noona ke rumah dia selalu mencari Sunny-noona, bukan Jaejoong-hyung,” cerita Jonghyun.

Tiffany bisa mengerti. Dia sendiri menyukai Hyoyeon. Hyoyeon adalah anak keluarga Han yang sangat dekat dengan keluarga mereka karena sama-sama keluarga konglomerat. Hyoyeon adalah gadis yang sangat baik dan manis. Tiffany selalu kagum dengan kharisma yang dimiliki Hyoyeon.

“Wah, kampusnya bagus juga!” seru Tiffany kagum saat mobil Shindong berbelok masuk ke dalam gerbang kampus Sunny. Dia duduk agar bisa melihat lebih jelas. Tiffany belum pernah melihat kampus Sunny.

“Tentu saja adik kecil! Korea sekarang sudah hampir sama dengan Amerika Serikat. Bedanya, di sini tidak ada Miss Liberty, itu saja,” kata Jonghyun tertawa.

Sunny sudah menunggu di dekat gerbang. Dia melambai pada mereka saat mobil Shindong menepi ke dekatnya. Sunny masih seperti yang Tiffany ingat. Selalu stylish dan tidak lupa memakai berbagai aksesoris. “Toko perhiasan berjalan”, begitu julukan Sooyoung untuknya.

“Fany-ah!” teriak Sunny keras sambil membuka pintu mobil. Dia masuk lalu langsung memeluk Tiffany dengan hangat.

Keenam sepupu perempuan Tiffany memiliki sifat sangat berbeda. Namun keenamnya sangat dekat dengannya. Kalau Sooyoung sangat slebor dan sederhana, maka Sunny adalah kebalikannya. Sunny sangat feminim dan selalu mengikuti perkembangan mode. Dia mengoleksi berbagai gaun dan perhiasan berlian. Sedangkan Stephanie adalah orang yang sangat cerewet dan selalu ceria. Dia sangat suka bergosip dan mengomentari segala sesuatu. Sulli, adik Sunny dan Jonghyun, agak mirip dengan Sooyoung. Dia heboh, lucu dan suka menjadi pusat perhatian. Sedangkan Seohyun adalah Jaejoong dalam versi perempuan. Beberapa minggu yang lalu, saat tahu Tiffany akan pulang dan kembali tinggal di Korea, Sunny meneleponnya untuk mengajak bersekongkol mempengaruhi Seohyun agar menjadi gadis─seperti yang dikatakan Sunny─normal, manis dan bisa menikmati hidup. Sedangkan si bungsu dalam keluarga besar mereka, Jiyoung, adalah gadis yang sangat manja. Dia memanfaatkan statusnya sebagai maknae untuk bersikap manja dan merajuk kalau tidak diperhatikan.

“Sunny-ah! Apa kabar?”

“Baik dan cantik, seperti biasa!” jawab Sunny ceria. “Kau terlihat lebih gemuk,” komentarnya sambil menusuk lemak di perut Tiffany dengan telunjuknya.

“Kau sama saja dengan adikmu!” kata Tiffany merengut. Sunny tertawa.

“Bagaimana kabar Gura?” tanya Tiffany. Seingatnya waktu Sunny menelepon dua bulan yang lalu dia mengatakan bahwa pacarnya adalah Gura.

Jonghyun tertawa di depan.

“Setelah dengan Gura-hyung unnie sudah pacaran dua kali lagi sebelum pacaran dengan yang sekarang.”

“Benarkah?” tanya Tiffany. Dari dulu Sunny memang sangat sering gonta-ganti pacar. Dia memang tipe gadis yang disukai cowok-cowok. Selain cantik, feminim dan pandai berdandan, dia juga sangat aegyo. Sifat aegyonya itulah yang membuat banyak cowok menyukainya. Karena itu Sunny tidak pernah lama sendiri. Bahkan dia pernah putus dengan pacarnya pada suatu pagi dan langsung pacaran dengan cowok lain sorenya.

“Sungmin-oppa bukan pacarku,” kata Sunny. Meskipun dia mengatakannya dengan wajah tidak peduli, Tiffany bisa melihat wajahnya perlahan memerah.

“Hahaha! Wajahmu merah! Tidak perlu berbohong,” kata Tiffany tertawa. Sunny cemberut.

“Siapa itu Sungmin?”

“Kakak Hyoyeon-ah,” jawab Shindong.

“Ya, paling tidak, kalau Jaejoong-oppa tidak jadi dengan Hyoyeon-ah, Kau dan Sungmin-oppa itu jadi,” kata Tiffany masih tertawa.

“Tapi aku ingin bertemu dengan laki-laki mapan yang rajin bekerja,” kata Sunny. Matanya menerawang dan bibirnya menyunggingkan senyum lembut.

Tiffany tertawa melihatnya. Sangat jarang Sunny bisa berekspresi seperti itu.

*****

Taeyeon heran saat pulang sekolah melihat tiga mobil sedan hitam di depan rumah bibinya. Hyuna yang pulang bersamanya juga langsung takjub.

“Wah, siapa yang ke rumah kita? Sepertinya konglomerat, ya!” katanya girang.

Saat masuk ke pekarangan rumah, mereka melihat empat orang laki-laki berpakaian hitam-hitam berdiri di depan pintu.

Taeyeon takut. Mereka terlihat seperti intel atau gerombolan mafia. Apa Bibi Nayoung melakukan suatu hal yang melanggar hukum? Atau jangan-jangan Paman Dongyup ikut sebuah organisasi mafia?

Hyuna masuk sambil tersenyum takut-takut pada orang-orang di pintu. Taeyeon mengikutinya sambil menunduk.

“Itu dia,” suara Bibi Nayoung terdengar saat Taeyeon masuk.

Taeyeon melihat di ruang tamu ada dua orang memakai jas hitam duduk bersama paman dan bibinya. Dan bibinya menunjuknya, menunjuk Taeyeon.

Taeyeon berdiri mematung. Apa bibinya memfitnahnya melakukan sesuatu yang dilakukannya? Selama ini dia sudah cukup bersabar, tapi dia tidak akan diam saja kalau bibi dan pamannya memfitnahnya melakukan sesuatu yang tidak dilakukannya. Apalagi kalau hal itu sebegitu beratnya sehingga berhubungan dengan intel atau mafia.

Tapi, di luar perkiraan, kedua orang itu berdiri dan membungkuk hormat pada Taeyeon.

“Selamat siang Yang Mulia!”

Taeyeon mengangkat alis. Lelucon apa pula ini? Dia ragu bibi dan pamannya akan membuang-buang waktu untuk mengerjainya. Tapi ini benar-benar tidak mungkin. Tidak mungkin ada orang yang memanggilnya “Yang Mulia” sementara bertahun-tahun Bibi Nayoung dan Hyuna memanggilnya “Jelek” atau “Ayam” atau “Pelayan”.

“Silakan duduk Yang Mulia,” salah satu laki-laki itu mempersilakan Taeyeon duduk di tempatnya duduk tadi. Mereka berdua sekarang berdiri.

Karena takut dan masih terkejut, Taeyeon sama sekali tidak bergerak.

“Kau tidak dengar? Mereka menyuruhmu duduk!” kata Bibi Nayoung keras. Wajahnya lebih terlihat takut daripada marah.

“Nyonya, jangan membentak Tuan Putri!” kata laki-laki yang tadi bicara.

Tuan Putri?

“Silakan duduk Yang Mulia!” katanya pada Taeyeon dengan lebih lembut.

Dengan ragu Taeyeon duduk. Hyuna duduk bersempit-sempit di antara ayah dan ibunya.

“Yang Mulia,” laki-laki yang satu lagi membungkuk hormat, “Kami diminta untuk menjemput Anda ke sini dan membawa Anda ke istana.”

“Is-istana?” Taeyeon tergagap.

Kenapa pula dia harus dibawa ke istana? Dan kenapa kedua orang aneh ini selalu memanggilnya dengan sebutan “Yang Mulia”? Dan tadi mereka bilang apa? Tuan Putri?

“Iya. Kami ditugaskan langsung oleh Yang Mulia Raja Lee Minyoung-sshi untuk menjemput Anda.”

“Tapi... tapi kenapa?” kali ini Hyuna yang bertanya bingung.

“Maafkan kami, kami belum menjelaskan pada Anda,” kata laki-laki itu lagi pada Taeyeon. “Anda adalah putri dari almarhum Putra Mahkota Lee Hanbok-sshi.”

Taeyeon sekarang yakin bahwa ini hanyalah lelucon. Tapi Hyuna bereaksi lebih cepat.

“Tidak mungkin! Putri Lee Hanbok-sshi kan, Yang Mulia Putri Yuri!”

Laki-laki itu menoleh pada Hyuna.

“Ibu Putri Taeyeon adalah istri kedua almarhum Putra Mahkota Lee Hanbok-sshi.”

*****

2 komentar:

  1. Annyeong! Onnie (apa dongsaeng ya?) kenalin aku Misa!
    Waaa, aku suka ffnya. Beda sama yang biasa dibikin sone Indonesia. Segera bikin yang part selanjutnya ya! Ditunggu loh.
    Khamsamida!

    BalasHapus
  2. Waaah, komentator pertama. Khamsamidha ::bowing::.
    Tenang aja, fanficnya udah jadi kok. Tinggal diposting aja. Terima kasih suda mampir

    BalasHapus